Senin 19 Jun 2023 22:36 WIB

Inovasi, Kolaborasi, dan Digitalisasi Jadi Kunci Peningkatan Penetrasi Ekonomi Syariah

Total jumlah anggota AFSI saat ini adalah 85 anggota.

Temu Silaturahmi Prudential Syariah dengan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang berlangsung di Restoran Penang Bistro, Jakarta.
Foto: Dok. Web
Temu Silaturahmi Prudential Syariah dengan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang berlangsung di Restoran Penang Bistro, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Inovasi dan kolaborasi yang didukung oleh digitalisasi dinilai menjadi langkah bersama yang perlu diakselerasi oleh berbagai pihak guna meningkatkan penetrasi ekonomi syariah di Indonesia, termasuk asuransi syariah.

Hal itu karena, penetrasi ekonomi syariah di Tanah Air dinilai masih minim dibandingkan dengan sejumlah negara lainnya, seperti misalnya Malaysia dan India. Padahal, potensi ekonomi syariah di Indonesia sangat besar yang didukung dengan jumlah umat muslim yang mencapai 80 persen dari populasi.

Baca Juga

Chief Financial Officer Prudential Syariah Paul Setio Kartono mengamini hal tersebut. Berdasarkan data global dari Prudential, khususnya di Asia Pasifik, Malaysia masih menjadi pemimpin pasar dalam asuransi syariah. Padahal, kata dia, jumlah jumlah umat muslim di Malaysia hanya mencapai 70 persem dari total populasinya sebesar 60 juta jiwa. India, sebutnya, juga menjadi negara yang bisa menjadi pesaing dengan jumlah penduduk muslim mencapai 15 persen dari total populasinya sebesar 1,5 miliar jiwa. 

“Sedangkan di Indonesia ada 80 persen dari 275 juta penduduk. Jadi, seharusnya potensi kita sangat besar,” tegasnya dalam Temu Silaturahmi Prudential Syariah dengan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) yang berlangsung di Restoran Penang Bistro, Jakarta, seperti dilansir pada Senin (18/6/2023). 

Untuk itu, upaya meningkatkan penetrasi pasar asuransi syariah, jelas dia, dapat diakselerasi melalui kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi. Pasalnya, di industri asuransi, khususnya syariah, prinsip law of the large number (hukum bilangan besar) memegang peranan penting. Artinya, semakin besar jumlah tertanggung, maka semakin signifikan dan merata penyebaran risiko sehingga risiko yang ditanggung individu semakin kecil.

Tidak terbatas pada pengembangan asuransi syariah, Paul menilai bahwa kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi juga dapat dilakukan seluruh pemangku kepentingan di industri syariah agar mampu mengembangkan ekosistem demi kemajuan ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air.

“Ini hanya bisa dicapai dengan kolaborasi, inovasi dan digitalisasi melalui teknologi. Itu yang selalu Prudential Syariah canangkan,” ungkapnya.

Paul mengatakan, pengembangan ekosistem syariah melalui kolaborasi, inovasi, dan digitalisasi ini semakin terbuka dengan kehadiran berbagai pelaku jasa keuangan syariah berbasis teknologi dan berbagai pemangku kepentingan lainnya seperti akademisi, para pakar, dan komunitas.

“Ada fintech payment dan berbagai macam lagi. Kita bisa berkolaborasi dan tinggal mencari peluang kerja samanya. Jadi, kita bisa membentuk dan mengembangkan ekosistem bersama-sama.”

Paul menjelaskan, Prudential Syariah merupakan joint venture pertama yang spin-off sebagai entitas asuransi Syariah terpisah di Indonesia dan telah berkolaborasi dengan berbagai institusi maupun stakeholder seperti Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Nahdlatul Ulama (NU), maupun institusi pendidikan untuk meningkatkan literasi asuransi Syariah.

Prudential Syariah pun memperluas kolaborasi dengan bergabung menjadi Ketua Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI).

Senada dengannya, Harpedi Suseto selaku Head of Digital Ecosystem Prudential Syariah, mengatakan kolaborasi dan inovasi yang didukung digitalisasi menjadi langkah penting untuk berkontribusi dalam  meningkatkan ekonomi maupun solusi proteksi bagi masyarakat muslim di Indonesia. Peningkatan penetrasi ekonomi syariah tak dapat dilakukan secara parsial.

“Salah satu kendala ekonomi syariah di Indonesia adalah rendahnya literasi. Di asuransi, literasinya rendah, inklusinya lebih rendah lagi. Padahal, potensi muslim di Indonesia luar biasa,” kata dia.

Saat ini, Indonesia menjadi negara dengan potensi ekonomi syariah terbesar keempat di dunia, setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Walaupun memiliki potensi yang besar, sayangnya masih terdapat tantangan untuk mencapai potensi tersebut, khususnya dalam aspek literasi dan inklusi keuangan syariah, termasuk untuk asuransi syariah. 

Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan syariah baru mencapai 9,14 persen, sementara indeks inklusi keuangan syariah mencapai 12,12 persen.  

Dia juga menegaskan, Prudential Syariah menerapkan konsep inklusif yaitu "Syariah for All" dalam memperluas jangkauan pasar dan memberikan manfaat proteksi berbasis Syariah kepada masyarakat Indonesia. Kolaborasi dan inovasi yang didukung oleh digitalisasi menjadi penting dalam mencapai tujuan tersebut. 

“Melalui pendekatan tersebut, Prudential Syariah memperlihatkan kepada masyarakat bahwa ekonomi Syariah terus tumbuh berkelanjutan sesuai kebutuhan peserta,” ungkapnya.

Kemudian, regulasi dan perpajakan turut menjadi tantangan, dimana masih terbatasnya regulasi dan fatwa mengenai keragaman produk asuransi syariah.

Menurut dia, tantangan regulasi dan perpajakan salah satunya didorong keterbatasan ragam produk investasi syariah di dalam dan luar negeri, aturan pajak yang belum terlalu jelas mengatur pajak atas surplus underwriting dan Dana Tabarru', serta aturan mengenai hukum waris yang belum ada.

"Kami dukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menambah regulasi dalam mengembangkan industri asuransi syariah di Indonesia," ucap dia, demikian dilansir dari Antara

Terakhir, lanjut Paul, ekosistem pendukung menjadi tantangan lainnya dalam pengembangan asuransi jiwa syariah, yang meliputi data dan informasi, teknologi, kapasitas riset dan pengembangan.

Sementara itu, Ronald Yusuf Wijaya selaku Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), mengakui bahwa Indonesia dengan populasi muslim yang besar memiliki potensi ekonomi syariah yang masif. Penetrasi atas potensi itu akan bisa diwujudkan dengan pemanfaatan teknologi dan kolaborasi. 

Oleh karena itu, dia mengatakan, AFSI merupakan rumah bagi startup, institusi, akademisi, komunitas dan pakar syariah yang bergerak bersama, mendorong ekonomi syariah dengan memanfaatkan teknologi.

“Total jumlah anggota AFSI saat ini adalah 85 anggota. Kami agak unik karena lebih beragam karena AFSI adalah rumah dari semua ekosistem yang berhubungan,” ujar dia.

Dengan bergabungnya Prudential Syariah, Ronald mengatakan AFSI akan mendorong kolaborasi yang lebih luas dari seluruh anggota dan juga pihak-pihak terkait yang ingin bergabung. 

“Sebab kami punya visi dan misi untuk mendorong ekosistem ekonomi dan keuangan syariah Indonesia menjadi nomor satu,” kata dia.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement