REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan perusahaan teknologi finansial/financial technology (tekfin/fintech) bisa melakukan merger untuk memenuhi syarat permodalan minimum Rp 2,5 miliar.
Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat masih terdapat 26 perusahaan fintech yang belum memenuhi batas minimum permodalan tersebut yang akan berlaku pada 4 Juli 2023. "Bagi yang belum bisa memenuhi permodalan, ada opsi untuk melakukan merger dengan pemain lain," ungkap Kuseryansyah dalam acara Intimate Media Luncheon di Jakarta, Selasa(13/6/2023).
Menurut dia, merger bisa menjadi pilihan sesuai dengan kondisi faktual di lapangan dan sudah dimungkinkan secara regulasi lantaran tertuang dalam Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.
Selain merger, terdapat opsi lain untuk melakukan akuisisi terutama bagi perusahaan yang sudah memenuhi atau melewati masa locked-up setelah tiga tahun mengantongi izin OJK. "Tapi sebelum itu, belum boleh. Kalau perlu setor modal, ya harus dari kantong pemegang saham yang sudah ada," tegasnya.
Pemenuhan modal di industri fintech dilakukan secara bertahap. Setelah tahun ini, batas modal minimum akan meningkat menjadi Rp7,5 miliar pada 4 Juli 2024 dan Rp12,5 miliar pada 4 Juli 2025.
Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, pria yang akrab disapa Kus ini menyebutkan akan terdapat sanksi dari regulator berupa teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin.
"Tetapi kami yakin dari 26 fintech ini mereka sudah dalam jalur untuk pemenuhan modal. Sebagian besar harusnya bisa dipenuhi karena ini bertahap dari Rp2,5 miliar bukan dari Rp12,5 miliar, itu yang sulit kalau langsung," ucap Kus.