REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Untuk mendukung penguatan ketahanan pangan, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) berkolaborasi dengan eFishery pada tahun lalu, menyalurkan modal produktif kepada 1.600 pembudi daya ikan melalui layanan eFund (eFishery Fund). Nilainya, lebih dari Rp100 miliar.
Menurut Head of Business Partnership Lending Amartha, Adityo Putranto, kolaborasi ini merupakan bentuk dukungan terhadap ekosistem bisnis pangan melalui penguatan potensi akuakultur.
Adityo optimistis, melalui kolaborasi ini akan memberikan peluang terhadap para pelaku budi daya ikan ataupun udang yang tergabung dalam komunitas eFishery. Sehingga, bisa meningkatkan skala bisnis melalui akses finansial yang inklusif.
“Akuakultur di Indonesia memiliki potensi cukup besar untuk menjaga ketahanan pangan. Namun, keterbatasan akses permodalan menjadi salah satu tantangan bagi pembudi daya untuk meningkatkan kapasitas usahanya," ujar Adityo di Bandung, akhir pekan lalu.
Kolaborasi Amartha dengan eFishery, menurut dia, diharapkan dapat membuka akses yang seluas-luasnya bagi para pembudi daya. Sehingga dapat memberikan dampak yang berkelanjutan, mulai dari peningkatan ekonomi pembudi daya, kualitas hasil panen, hingga pemenuhan nutrisi generasi mendatang.
Pada kolaborasi yang terbangun setahun lalu ini, menurut dia, Amartha sukses menyalurkan modal produktif hingga Rp114 miliar hingga Mei 2023 ini. Ia menargetkan hingga akhir 2023, pihaknya mampu menyalurkan Rp500 miliar melalui program “Kasih Bayar Nanti” (Kabayan) yang merupakan bagian dari layanan eFishery mall (eMall).
Adityo menjelaskan, berbeda dengan skema tanggung renteng yang biasanya diterapkan pada mitra Amartha yang mayoritas merupakan pelaku usaha ultramikro dan mikro, melalui program Kabayan, pembudi daya ikan di ekosistem eFishery dapat mengajukan pinjaman mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 100 juta. Yakni, dengan tenor satu sampai enam bulan.
Menurut dia, di samping tujuan untuk memperluas layanan keuangan inklusif di sektor akuakultur, kolaborasi ini juga salah satu implementasi prinsip keberlanjutan yang dijalankan oleh Amartha. Karena, penyediaan akses keuangan turut berkontribusi dalam mendukung ketahanan pangan lewat akuakultur yang lebih sustainable.
Menurut Head of Fund & Operation eFishery, Diajeng Reisa Manik, Indonesia memiliki potensi besar di industri akuakultur yang memenuhi empat indikator pengukuran ketahanan pangan. Yakni, harga pangan, ketersediaan pasokan, kualitas nutrisi, serta keberlanjutan dan adaptasi.
Hal ini pun, menurut dia, diperkuat dengan fakta bahwa Indonesia saat ini tercatat sebagai negara penghasil perikanan budidaya terbesar kedua di dunia dengan volume produksi 14,8 juta ton, dan berdasarkan prediksi FAO, perikanan budidaya Indonesia akan tumbuh sebesar 26 persen pada 2030.
Program Kabayan, menurut dia, dirancang untuk membantu pembudidaya mendapatkan akses permodalan dan teknologi yang inklusif. "Data kami menunjukkan realisasi program Kabayan meningkat 250 persen setiap tahunnya dan di tahun 2022 ini peningkatan realisasi program Kabayan mencapai lebih dari Rp 228 miliar," katanya.
Sementara dari sisi pendapatan usaha pembudi daya, kata dia, rata-rata mengalami peningkatan setelah bergabung dengan eFishery. Diajeng optimistis sektor akuakultur masih sangat berpotensi untuk terus berkembang.
"Kami berharap hadirnya eFishery mampu memecahkan masalah mendasar di industri akuakultur, mengatasi permasalahan pangan, menghadirkan teknologi yang terjangkau, serta memberikan akses inklusif terhadap ekonomi digital, salah satunya dengan kerja sama ini," katanya.