REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan rencana negara produsen beras Vietnam untuk memangkas ekspor tidak akan membahayakan ketersediaan beras di Indonesia karena kerja sama dengan negara-negara produsen lainnya masih berjalan. "Insya Allah aman, karena kita kan membicarakan juga ini, tidak terus dengan kita menganggap enteng, tidak. Tapi kita juga antar negara-negara itu kita sudah ada," kata Budi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Budi mengatakan, pihaknya menjajaki kerja sama pengadaan beras dengan berbagai negara produsen lain seperti India, Pakistan, Thailand, Vietnam dan Myanmar. Menurut dia, Indonesia sudah mengamankan kerja sama beras dengan sejumlah negara, sehingga jika terdapat kekurangan di dalam negeri, Indonesia memiliki opsi untuk melakukan impor.
"Kita jajaki semua, dan kita lakukan kontrak-kontrak, deal-deal yang bilamana kita butuhkan kita bisa ambil," kata Budi.
Vietnam, bersama India dan Pakistan merupakan sumber impor beras terbesar bagi Indonesia. Pada 2022, nilai impor beras Indonesia dari Vietnam mencapai 81.828 ton.
Sebagaimana dikutip dari laporan Reuters, Vietnam dikabarkan bakal memangkas ekspor beras tahunannya hingga 44 persen mulai 2030 mendatang. Artinya, ekspor yang biasanya 7,1 ton hanya menjadi 4 juta ton per tahun. Vietnam merupakan negara terbesar ketiga untuk ekspor beras dunia.
Berdasarkan laporan yang mengutip dokumen Pemerintah Vietnam tersebut, pengurangan ekspor dilakukan untuk memastikan ketahanan pangan di dalam negerinya, melindungi lingkungan dan beradaptasi dengan perubahan iklim, serta meningkatkan ekspor beras berkualitas.
Dengan kebijakan ini, maka ekspor beras Vietnam diperkirakan bakal turun menjadi 2,62 miliar dolar AS per tahun pada 2030, dari sebelumnya mencapai 3,45 miliar dolar AS pada 2022. Saat ini stok cadangan beras Pemerintah Indonesia di Gudang Bulog sebesar 605 ribu ton.