REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran menilai harmonisasi kebijakan perdagangan dan kebijakan pangan dibutuhkan sebagai modal untuk menghadapi ketidakpastian global.
"Kesinambungan keduanya diperlukan karena fluktuasi harga pangan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada pada sektor pertanian, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor global karena kini semuanya saling terhubung," ujar Hasran dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Di tengah semakin menguatnya kecenderungan negara-negara untuk menjalankan kebijakan proteksionis, ia mengatakan Indonesia perlu menjaga komitmen terhadap perdagangan internasional, sehingga tidak menjalankan kebijakan yang proteksionis dan mengurangi hambatan-hambatan non-tarif yang dapat mempengaruhi kestabilan harga dan kecukupan stok pangan di pasar.
Perdagangan pangan internasional harus tetap berjalan untuk mencegah terjadinya krisis pangan. Kebijakan perdagangan idealnya perlu semakin terbuka dan tidak proteksionis terutama dalam menyikapi dampak pandemi COVID-19.
Semua negara perlu terhubung dalam hal perdagangan pangan. Hal ini bisa memperkecil terjadinya krisis pangan, yang mungkin saja sudah dimulai dengan adanya perubahan iklim.
Selain itu, lanjut Hasran, perdagangan internasional perlu tetap dijalankan sembari menjalankan kebijakan yang fokus pada peningkatan produktivitas pangan dalam negeri.
Ia mencontohkan, beberapa kebijakan yang berorientasi pada peningkatan produktivitas pangan dalam negeri, seperti meningkatkan intensifikasi, membuka akses petani kepada input pertanian berkualitas, dan membuka kesempatan investasi pada sektor ini supaya terjadi transfer teknologi dan modernisasi.
Modernisasi pertanian dan transfer teknologi akan berdampak positif kepada para petani dan kesejahteraan mereka, karena kedua hal ini diharapkan bisa membuat ongkos produksi lebih efisien dan meningkatkan kualitas pangan yang dihasilkan.
"Pasokan pangan perlu terus dijaga untuk menjamin keterjangkauan masyarakat pada pangan, terutama mereka yang berpenghasilan rendah. Kenaikan sedikit akan sangat mempengaruhi daya beli dan pilihan konsumsi pangan pada mereka, yang pada jangka panjang dapat menyebabkan malnutrisi," kata dia.