Kamis 01 Jun 2023 14:57 WIB

Menko Airlangga Protes Kebijakan EU Soal Deforestasi Rugikan Petani Kecil

Pengawasan EU menimbulkan risiko reputasi bagi Indonesia dan Malaysia.

Rep: Erik PP/Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto protes kebijakan Europe Union (EU) atas aturan deforestasi di Brussels, Belgia.
Foto: Dok Republika.co.id
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto protes kebijakan Europe Union (EU) atas aturan deforestasi di Brussels, Belgia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Deputi Perdana Menteri Malaysia Fadillah Yusof mendatangi Markas Europe Union (EU) di Brussels, Belgia. Kedatangannya untuk menolak kebijakan EU tentang aturan deforestasi yang merugikan negara produsen sawit serta sejumlah komoditas pangan atau hasil hutan di Indonesia.

Sikap Airlangga itu mendapatkan sorotan dan muncul di sejumlah pemberitaan internasional, seperti Financial Times, Bloomberg, dan Politico Europe. Airlangga menilai aturan EU Deforestation Regulation (EUDR) ditujukan untuk mengekang deforestasi global yang mulai berjalan tahun depan.

Dalam laporan di sejumlah media internasional tersebut, ketua umum Partai Golkar tersebut secara keras merespons aturan EU yang bertentangan dengan prinsip fair trade, keadilan, serta merugikan para petani kecil jika diterapkan. "Undang-undang ini pro bisnis, pro korporasi multinasional, pro konglomerat, tapi tidak pro rakyat. Ini bukan untuk petani kecil," ujarnya dikutip dari Politico Europe di Jakarta, Kamis (1/6).

Kepada awak media, Airlangga mengatakan, Indonesia sebagai negara pemasok industri minyak sawit terbesar yang bernilai miliaran euro merasa sangat dirugikan dengan hadirnya aturan baru deforestasi EU. Nantinya EU melarang semua negara anggota untuk impor komoditas, seperti kedelai, kopi, dan kelapa sawit minyak jika bersumber dari area yang digunduli.

"Indonesia dan Malaysia, yang bersama-sama menyumbang sekitar 80 persen dari produksi minyak sawit dunia, menilai ini tidak adil dan menghukum petani kecil. Problem deforestasi seringkali pelakunya adalah korporasi besar, yang jika terjadi kesalahan maka yang akan langsung terdampak mendapatkan rating dan image negatif adalah negaranya secara keseluruhan, dan itu merugikan," ujar Airlangga.

Menko Airlangga dan Deputi PM Malaysia Fadillah Yusof pun mengingkan agar penerapan aturan tersebut dapat dinegosiasikan lagi. Hal itu mengingat tidak adanya partisipasi dari negara-negara mitra atau negara produsen berbagai komoditas impor.

Airlangga mengusulkan dibentuknya semacam taskforce atau consultative group untuk mencari solusi problem tersebut. Dia menambahkan, akan menjadi sangat naif apabila wilayah pemasok minyak sawit diklasifikasikan pada risiko deforestasi tinggi, rendah, atau standar.

"Pengawasan itu menimbulkan risiko reputasi bagi negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia. EU bukanlah lembaga pemeringkat, Indonesia adalah negara yang berdaulat. Tidak ada satu negara pun yang bisa mengklasifikasikan negara lain sebagai high risk, low risk atau small risk," kata Airlangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement