Kamis 11 May 2023 20:37 WIB

Ekonomi Karbon Indonesia Berpotensi Meraih Rp 8.000 Triliun

Ekonomi karbon di Indonesia berpotensi tumbuh dari hutan hujan tropis.

Pekerja menjemur rotan mentah di tempat penampungan Desa Lasikin, Teupah Tengah, Simeulue, Aceh. Rotan mentah dari hutan tropis Simeulue tersebut dipasarkan ke Medan dan Cirebon dengan harga Rp10.000 per kilogram.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Pekerja menjemur rotan mentah di tempat penampungan Desa Lasikin, Teupah Tengah, Simeulue, Aceh. Rotan mentah dari hutan tropis Simeulue tersebut dipasarkan ke Medan dan Cirebon dengan harga Rp10.000 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad menyebutkan Indonesia berpotensi meraih Rp8.000 triliun dari ekonomi karbon, yang bersumber dari hutan hujan tropis seluas 125,8 juta hektare, hutan mangrove 3,31 juta hektare, dan hutan gambut 7,5 juta hektare. Hutan hujan tropis Indonesia diperkirakan dapat menyerap emisi karbon hingga 25,18 miliar ton setara karbondioksida per tahun, hutan mangrove 33 miliar ton setara karbon, dan hutan gambut 55 miliar ton setara karbon.

"Jika Indonesia menjual kredit karbon dengan harga lima dolar AS per ton di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia sebesar Rp8.000 triliun per tahun," katanya, dalam Diskusi Publik Menyambut Bursa Karbon di Jakarta, Kamis (11/5/2023).

Baca Juga

Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang menjadi dasar pengaturan terkait bursa karbon yang akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Menurutnya, OJK mesti jelas menempatkan lembaganya sebagai pengatur dan pengawas, serta mendengarkan kepentingan seluruh pemangku kepentingan bursa karbon.

"Penyelenggara bursa karbon juga dapat dipisahkan dari bursa efek, sebagaimana merujuk pada beberapa negara seperti Amerika, Singapura, dan Malaysia," katanya.

OJK juga diminta agar menjalankan pengaturan dan pengawasan sesuai UU P2SK yang mana OJK perlu terbuka kepada seluruh pelaku usaha yang ingin mendapatkan izin sebagai operator bursa karbon.

"OJK turut memiliki kewajiban membangun infrastruktur perdagangan karbon, menerbitkan peraturan terkait penyelenggaraan bursa karbon, dan mengendalikan perdagangan karbon," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement