REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) masih dalam tahap pembahasan.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan bahwa rapat terakhir panitia kerja (panja) RUU EBET bersama pemerintah dilakukan pada bulan Ramadhan lalu sebelum memasuki masa reses. Saat itu, kata Dadan, membahas 160 daftar inventarisasi masalah (DIM) dari total 574 DIM RUU EBET.
"Kalau RUU EBET terakhir panja pada saat puasa, saya sudah sampaikan 160 DIM, kita ada berapa DIM yang dari 160 itu masih ada juga beberapa DIM yang masih belum disepakati dari 160 ya bukan dari total," kata Dadan yang juga selaku ketua panja mewakili pemerintah seusai menghadiri acara "Powering Indonesia 2023" di Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Ia mengaku pemerintah juga telah menyampaikan jawaban atas beberapa DIM yang belum disepakati dari 160 DIM tersebut. "Kemarin saya sudah sampaikan jawabannya dibahas tetapi belum diambil keputusan. Nanti keputusannya setelah Lebaran sekarang DPR kan reses mungkin setelah reses janjinya seperti itu," ujar Dadan.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan RUU EBET diperlukan untuk mendukung pembangunan green industry dan pertumbuhan ekonomi nasional.
"RUU EBET ini diperlukan sebagai regulasi yang komprehensif untuk menciptakan iklim pengembangan EBET yg berkelanjutan dan berkeadilan di samping capaian target NDC dan NZE serta mendukung pembangunan green industry dan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Arifin saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI sebagaimana dipantau dari YouTube Komisi VII DPR RI, Selasa (24/1).
Setelah RUU EBET terbit, katanya, diharapkan dapat memberikan kepastian dan landasan hukum bagi pengembangan EBET dan pelaksanaan program pendukungnya. Lalu, mengoptimalkan sumber daya EBET memperkuat kelembagaan dan tata kelola pengembangan EBET serta menciptakan iklim investasi yg kondusif bagi investor EBET.
"Kemudian peran penting dari RUU EBET antara lain memberikan kesempatan akses dan atau partisipasi kepada masyarakat, stakeholder untuk penyediaan dan pemanfaatan EBET. Kedua, mempercepat pengembangan energi panas bumi, air, surya, angin, laut, dan bioenergi," ujar Arifin.
Kemudian, mendorong tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dengan mempertimbangkan ketersediaan/kemampuan dalam negeri belum cukup tersedia dan menjaga EBET tetap kompetitif. Ia pun menjelaskan soal sistematika RUU EBET tersebut yang terdiri atas 14 bab, 62 pasal, dan 574 DIM.
"Hasil pembahasan internal pemerintah terdapat 10 pasal tetap, 49 pasal diubah, 13 pasal penambahan baru, dan tiga pasal yang dihapus. Kemudian dari 49 pasal yang diubah, 23 pasal perubahan bersifat substantif dan 26 pasal perubahan tidak substantif," kata dia.