Sabtu 06 May 2023 18:48 WIB

Apa Manfaat Deviden BUMN 80,2 Triliun bagi Rakyat? Ini Kata Erick Thohir

Deviden yang disetorkan kepada negara itu akan dipergunakan untuk kepentingan rakyat

Menteri BUMN Erick Thohir berswafoto dengan para peserta Harlah dan Rakernas PB Al-Khairiyah di Gedung MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan pemerintah mendapat pembagian deviden Rp 80,2 triliun dari total perolehan pendapatan perusahaan plat merah pada 2022.
Foto: Dok Rep
Menteri BUMN Erick Thohir berswafoto dengan para peserta Harlah dan Rakernas PB Al-Khairiyah di Gedung MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan pemerintah mendapat pembagian deviden Rp 80,2 triliun dari total perolehan pendapatan perusahaan plat merah pada 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan pemerintah mendapat pembagian deviden Rp 80,2 triliun dari total perolehan pendapatan perusahaan plat merah pada 2022. 

Namun, apa manfaat yang dapat dirasakan rakyat dari perolehan deviden terbesar dalam sejarah BUMN itu? 

Baca Juga

Menurut Erick Thohir, deviden yang disetorkan kepada negara itu akan dipergunakan untuk program-program yang berpihak pada kepentingan rakyat. Salah satunya adalah untuk program bantuan sosial. Dengan begitu, laba usaha BUMN dikembalikan lagi kepada masyarakat. 

"Deviden itu pasti oleh pemerintah dipergunakan untuk program-program pro rakyat. Contoh, bansos, bantuan sosial. Kan tidak mungkin hanya dari pajak, tapi dari pemasukan lain juga," kata Erick Thohir saat berbicara dalam sebuah wawancara televisi baru-baru ini.  

Program bantuan sosial itu, kata Erick, terbukti terbukti mampu mengontrol harga barang tetap stabil, bahkan ketika di banyak negara Eropa harga bahan pada mengalami kenaikan. 

"Karena apa? Itu tadi, pemerintah mengintervensi dengan bansos, dengan lain lain juga. Nah uang itu lari ke situ, salah satunya," tambah Erick. 

Erick mengatakan, pembagian laba BUMN senilai Rp 80,2 triliun untuk negara itu, hampir dua kali lipat dari target yang sekitar Rp 48 triliun. 

"Ini suatu pencapaian yang luar biasa. Tahun 2019, laba bersih BUMN itu hanya Rp 13 triliun. Lalu naik ke 124 triliun. Lalu naik lagi 303 triliun. Laba bersih itu ya, bukan deviden," kata Erick. 

Pencapaian itu, menurut Erick menunjukkan program transformasi BUMN  dengan perbaikan bisnis modelnya dan penempatan orang yang tepat, telah membawa hasil. 

Lebih lanjut Erick merincikan, perolehan deviden itu dihasilkan oleh sejumlah perusahaan. Porsi terbesar senilai Rp 50,19 triliun disumbang oleh perusahaan terbuka (melantai di bursa saham) seperti Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, BNI, BTN, Telkom, Semen Indonesia, dan Jasa Marga. 

Sementara perusahaan tertutup seperti Pertamina, holding perusahaan pertambangan Inalum, PLN, PT Pupuk Indonesia, dan Pelindo. Pupuk Indonesia, kata Erick, laba terbesarnya diperoleh dari penjualan amonia, bukan dari pupuk. Sebab, amonia bisa dipakai untuk sumber energi terbarukan. 

Penggabungan Pelindo, kata Erick, menunjukkan hasil menggembirakan karena lebih efisien. Laba yang semua hanya sekitar Rp 1 triliun, tahun 2022 naik mencapai Rp 3,4 triliun. 

Ada pun Perum Perhutani, dan Biofarma menyumbangkan total Rp 2,9 triliun. Untuk 2023, pada kuartal pertama tahun ini, kata Erick, pendapatan BUMN telah mencapai Rp 730 triliun, naik 15 persen dari Rp 630 triliun pada periode yang sama tahun lalu. 

Erick berharap, program bersih-bersih yang telah menyehatkan BUMN ini, tidak lagi dikotori oleh oknum-oknum dengan tindak pidana korupsi yang akhirnya akan kembali membuat BUMN terpuruk. 

"Padahal bumn ini sudah kita perbaiki sebagai benteng ekonomi nasional, tidak hanya menguntungkan yang diberikan kepada pemerintah tetapi tetap bisa mengintervensi program program ekonomi di rakyat. Ini yang kita jaga," kata Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement