Rabu 26 Apr 2023 06:24 WIB

Jangan Seperti Tesla, Investasi VW dan BASF Dinilai Harus Dikejar

Investasi tersebut bisa mendukung Indonesia menjadi hub baterai kendaraan listrik.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Logo Volkswagen. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan, BASF dan Volkswagen (VW) siap berinvestasi menjadi pemain industri baterai kendaraan listrik di Indonesia.
Foto: Reuters
Logo Volkswagen. Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan, BASF dan Volkswagen (VW) siap berinvestasi menjadi pemain industri baterai kendaraan listrik di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyatakan, BASF dan Volkswagen (VW) siap berinvestasi menjadi pemain industri baterai kendaraan listrik di Indonesia. Investasi tersebut dinilai bisa menjadi peluang bagi negeri ini untuk menjadi hub baterai kendaraan listrik di level Asia. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, investasi tersebut perlu dikejar.

"Jadi jangan berlama-lama. Harus dikejar agar tidak berakhir seperti kasus Tesla," tegas Bhima kepada Republika beberapa waktu lalu.

Baca Juga

Seperti diketahui, pemerintah sempat mengatakan Tesla akan berinvestasi di Indonesia. Hanya saja sampai sekarang tidak ada kabar pasti mengenai itu. Perusahaan milik Elon Musk tersebut justru membuka kantor di Malaysia.

Bhima menyebutkan, ada beberapa persiapan yang harus dilakukan pemerintah supaya investasi BASF dan VW lancar masuk Indonesia. Pertama, membentuk tim teknis untuk mempersiapkan kebutuhan lahan, Sumber Daya Manusia (SDM), perizinan, hingga koordinasi dengan pemerintah daerah (pemda) dan perusahaan lokal. 

"Biasanya calon investor akan melakukan due dilligences atau uji kelayakan terhadap suatu proyek dan lokasi. Proses ini akan memakan waktu yang cukup lama, sehingga hambatan di lapangan bisa dibantu oleh tim khusus," jelas dia.

Kedua, lanjutnya, investor asal Eropa yang menekankan Environment, Social, and Good Governance (ESG) membutuhkan kepastian regulasi di Indonesia. Khususnya di bidang pertambangan nikel, bauksit, dan critical minerals atau mineral esensial untuk transisi energi, memiliki safeguard atau perlindungan terhadap lingkungan hidup, hingga masyarakat sekitar tambang.

Selama ini, kata dia, banyak investor mundur ketika proses due dilligences karena menemukan kerusakan lingkungan dan berdampak negatif ke komunitas masyarakat yang diakibatkan aktivitas tambang. Lalu banyak ditemukan pembangunan PLTU batu bara di kawasan pemurnian nikel menjadi kendala dari sisi investor negara maju. 

"Apalagi sejak adanya UU (Undang-Undang) Cipta Kerja, perlindungan lingkungan hidup dan kriminalisasi masyarakat penolak tambang cukup marak. Perusahaan sekelas VW pasti akan menjaga rantai pasok yang bersih, sehingga tidak merusak citra produk akhir," tutur dia.

Ketiga, lanjut Bhima, meski banyak perizinan ditarik ke pusat usai UU Cipta Kerja, namun peran pemda tetap penting dalam memastikan kualitas dan realisasi investasi. Hal ini menurutnya, sering menjadi hambatan, karena pemdanya acuh tak acuh atas komitmen investasi.

Ia mengatakan, beberapa proyek hilirisasi nikel yang didominasi perusahaan China telah memiliki pembeli atau rantai pasok tersendiri, terutama dengan perusahaan aluminium dan baterai di China. "Jadi apakah BASF dan VW punya preferensi khusus untuk merebut pasokan nikel itu? Kelihatannya tidak mudah," ujar Bhima.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement