REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Menteri Keuangan Sri Mulyani menghadiri rapat dengar pendapat yang digelar Komisi III DPR bersama Menkopolhukam Mahfud MD dan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana. Dalam pertemuan tersebut membahas terkait transaksi mencurigakan Rp 349 triliun yang dikaitkan Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani menjelaskan transaksi mencurigakan Rp 349 triliun berasal dari 300 surat, sebanyak 200 surat menyangkut tugas dan fungsi Kementerian Keuangan, sisanya kepada aparat penegak hukum.
“Telah disampaikan menko 200 surat yang dikirim PPATK, 186 telah selesai ditindaklanjuti dan mengakibatkan hukuman disiplin bagi 193 pegawai ini periode 2009-2023. Sementara sembilan surat ditindaklanjuti ke aparat penegak hukum,” ujarnya saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR, Selasa (11/4/2023).
Menurutnya tindak lanjut kepada pegawai Kementerian Keuangan berdasarkan Undang-Undang (UU) No.5/2014 jo. PP No. 94/2021 tentang Disiplin PNS. Sri Mulyani menegaskan selama ini masyarakat berspekulasi sebanyak 193 orang yang terkena hukdis tersebut padahal dalam kurun waktu 14 tahun sejak 2009 hingga 2022.
“Karena ada juga berita yang menunjukkan seolah-olah tahun ini saja 193 orang, ini 2009 hingga 2022,” ucapnya.
Adapun dari 200 surat yang diterima Kementerian Keuangan, terdiri dari 135 surat terkait korporasi dan pegawai Kementerian Keuangan senilai Rp 22 triliun, sementara 65 surat lainnya berisi transaksi debit kredit operasional perusahaan/korporasi senilai Rp 253 triliun yang berkaitan dengan tusi pajak dan bea cukai.
Sri Mulyani merinci sisanya sekitar 100 surat telah disampaikan Mahfud dengan nilai transaksi sebesar Rp 74,2 triliun ke aparat penegak hukum. Rinciannya, PPATK mengirimkan enam surat terdiri empat surat kepada Kementerian Keuangan dan dua ke aparat penegak hukum pada 2009.
“Jumlahnya Rp 1,97 triliun. Kalau dilihat disini sudah keempatnya dikirim ke kita sudah follow up dan jumlah hukuman disiplin ke Kementerian Keuangan ada tiga,” ucapnya.
Pada 2010, PPATK mengirim 41 surat dengan nilai transaksi agregat sebesar Rp 736,33 miliar. Dari 41 surat tersebut, 21 surat dikirim ke Kementerian Keuangan dan 20 surat dikirim ke aparat penegak hukum.
“Yang 21 sudah kita follow up, kita membuat hukuman disiplin ke 24 pegawai dan satu ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Ini biasanya menyangkut korupsinya yang kemudian bisa dibawa ke aparat penegak hukum,” ucapnya.
Pada 2011, sebanyak 48 surat yang dicantumkan kepala PPATK dengan nilai transaksi agregat sebesar Rp 352,63 miliar, sebanyak 31 surat dikirim ke Kementerian Keuangan dan telah ditindaklanjuti.
“Lima pegawai Kemenkeu mendapat hukuman disiplin dan dua pegawai ditindaklanjuti aparat penegak hukum. Sementara 17 surat lainnya ke aparat penegak hukum senilai Rp 38,26 miliar,” ucapnya.
Pada 2012, lima surat yang mencantumkan kepala PPATK terdiri dari empat surat ke Kementerian Keuangan dan satu ke aparat penegak hukum. Sri Mulyani mengklaim telah menindaklanjuti empat surat tersebut.
“Dan kita berikan dua atas surat tersebut belum ditemukan indikasi pelanggaran tapi informasi PPATK akan sebagai data profiling dari pegawai yang bersangkutan,” ucapnya.
Pada 2013, lima surat yang mencantumkan PPATK senilai Rp 1,6 triliun mencakup tiga surat ke Kementerian Keuangan. Menurutnya tiga surat tersebut sudah ditindaklanjuti dan belum ditemukan indikasi pelanggaran, sedangkan dua surat aparat penegak hukum memiliki nilai transaksi Rp 65,68 miliar.
“Tahun 2014 yang cukup besar, ada 19 surat Rp 55,5 triliun, 12 surat ke Kementerian Keuangan semuanya sudah ditindaklanjuti, 13 pegawai yang mendapat hukuman disiplin, tujuh surat ke aparat penegak hukum senilai Rp 4,01 triliun,” imbuhnya.
Pada 2015, sebanyak 13 surat yang tercantum keterangan kepala PPATK dengan nilai transaksi Rp 2,7 triliun. Kementerian Keuangan menerima sembilan surat dan telah ditindaklanjuti. Alhasil, dua pegawai kena hukuman disiplin.
“Surat yang dikirim yang ditindaklanjuti aparat penegak hukum senilai Rp 1,9 triliun. Pada 2016, sebanyak 29 surat, 20 surat ke Kemenkeu, 20-nya follow up, delapan terkena hukuman disiplin. Sedangkan sembilan surat ke aparat penegak hukum dengan Rp 3,78 triliun,” ucapnya.
“Pada 2017, Rp 20 triliun 30 surat, 24 surat ke kami, 17 surat sudah dilakukan hukuman disiplin, tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum, enam surat ke aparat penegak hukum nilai Rp 20,6 triliun,” ucapnya.
Pada 2018 PPATK mencantumkan 18 surat mencakup 12 surat ke Kementerian Keuangan, sebanyak 10 surat telah ditindaklanjuti dan lima pegawai Kementerian Keuangan terkena hukuman disiplin, sisanya satu surat telah ditindaklanjuti aparatur penegak hukum.
"2020 yang angkanya besar Rp 199 triliun 28 surat, 23 surat kepada Kementerian Keuangan, 20 surat sudah ditindaklanjuti, 44 pegawai mendapat hukuman disiplin, lima surat yang sama dikirim ke aparat penegak hukum dengan nilai Rp 199,35 triliun," ucapnya.
Pada 2021, sebanyak 20 surat dari PPATK memiliki nilai transaksi Rp 27,197 triliun, mencakup 14 surat kepada Kementerian Keuangan dan 11 surat telah ditindaklanjuti. Lalu 60 pegawai terkena hukuman disiplin. Kemudian satu surat ditindaklanjuti aparat penegak hukum.
"Tahun 2022, 18 surat dengan nilai transaksi Rp 17,69 triliun, sembilan dikirim kepada kami empat telah di-follow up, tujuh pegawai terkena hubungan disiplin, satu direfer ke aparat penegak hukum, sembilan surat ke aparat penegak hukum Rp 11,65 triliun," ucapnya.
Terakhir, PPATK menyampaikan dua surat ke Kementerian Keuangan, satu surat telah ditindaklanjuti, dan satu surat lainnya masih dalam proses investigasi dan pendalaman informasi.
Ke depan Sri Mulyani berupaya menindaklanjuti dugaan terjadinya tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang sesuai ketentuan Undang-Undang No. 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang belum sepenuhnya dilakukan, bekerja sama dengan PPATK dan aparat penegak hukum untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.