Selasa 28 Mar 2023 18:20 WIB

Bappenas: Indonesia Sudah 30 Tahun Berada di Middle Income Trap

Indonesia harus capai pertumbuhan 6 persen untuk keluar dari middle income trap.

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Friska Yolandha
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan keterangan kepada media hasil pertemuan G20 Development Ministerial Meeting (DMM) 2022 di Tanjungpandan, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (8/9/2022). Dalam keterangannya Monoarfa mengatakan bahwa pertemuan tersebut merupakan perwujudan komitmen bersama untuk melaksanakan tujuan utama pembentukan Development Working Group di G20, yaitu mempersempit ketimpangan pembangunan serta mengentaskan kemiskinan global.
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan keterangan kepada media hasil pertemuan G20 Development Ministerial Meeting (DMM) 2022 di Tanjungpandan, Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (8/9/2022). Dalam keterangannya Monoarfa mengatakan bahwa pertemuan tersebut merupakan perwujudan komitmen bersama untuk melaksanakan tujuan utama pembentukan Development Working Group di G20, yaitu mempersempit ketimpangan pembangunan serta mengentaskan kemiskinan global.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan, Indonesia saat ini masih berada dalam jebakan negara berpenghasilan menengah. Sebab rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka waktu 20 tahun sebesar 4,01 persen. Sedangkan, Indonesia baru berhasil mencapai angka pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2022 lalu.

Hal ini disampaikannya usai mengikuti rapat terbatas evaluasi paruh waktu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 serta penyusunan rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Baca Juga

"Kami menyampaikan dalam skenario yang disusun oleh Bappenas, pertumbuhan ekonomi Indonesia harus mencapai 6 persen agar kita mampu graduasi dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap karena kita sudah 30 tahun di middle income trap," ujar Suharso dalam keterangannya.

Menurut Suharso, terdapat sejumlah faktor yang dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, mulai dari produktivitas faktor total Indonesia yang cenderung menurun hingga ketimpangan pendapatan per kapita antarprovinsi di Tanah Air. Karena itu, Indonesia harus segera memanfaatkan bonus demografi yang masih tersisa 18 tahun untuk melepaskan diri dari posisi negara berpenghasilan menengah.

"Contoh Korea Selatan dari (pendapatan per kapita) 3.530 (dolar AS) ketika mereka memulai dengan bonus demografinya dan sekarang tersisa lima tahun bonus demografinya tetapi mereka sudah sampai dengan 35.000 dolar AS per kapita. Nah kita juga ingin seperti itu," ungkap Suharso.

Selain itu, pada RPJPN 2025–2045 Indonesia juga harus melakukan transformasi untuk mendorong pembangunan Indonesia yang lebih baik dan mencapai visi Indonesia Emas 2045, yaitu negara maritim yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan. Suharso menyebut Bappenas telah menyampaikan sejumlah kerangka pikir yang akan menjadi naskah akademik dalam penyusunan rancangan undang-undang RPJPN.

"Kita juga telah melakukan review terhadap capaian pembangunan selama dua dekade sebelumnya, kita juga memperhitungkan megatren global dan apa yang kita miliki sebagai modal dasar pembangunan dan tentu tantangan-tantangan yang harus kita jawab ke depan dengan paradigma baru, terobosan baru, imperatif, dan kohesif," ujar Suharso.

Presiden Jokowi pun mengingatkan jajarannya untuk memilih strategi besar dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045. Menurut Suharso, Bappenas telah menawarkan transformasi sosial ekonomi dan tata kelola sebagai strategi dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

"Bapak Presiden mengingatkan kami untuk memilih strategi besar karena strategi yang ada di sini sebenarnya adalah RPJP itu sendiri adalah strategic direction yang menjadi pedoman untuk semua stakeholder. Tetapi memang diperlukan sebuah strategi besar yang kita akan pilih dalam rangka melakukan itu," ucap Suharso.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement