Selasa 28 Mar 2023 17:40 WIB

Impor Beras di Panen Raya, Hantaman Bagi Petani

Bulog harus punya kekuatan dalam bersaing dengan para pedagang beras.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pekerja mengangkut beras di Gudang Baru Bulog Cisaranten Kidul, Gedebage, Kota Bandung, Senin (30/1/2023). Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menilai, kecukupan cadangan beras pemerintah (CBP) menjadi indikator utama kebijakan importasi.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Pekerja mengangkut beras di Gudang Baru Bulog Cisaranten Kidul, Gedebage, Kota Bandung, Senin (30/1/2023). Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menilai, kecukupan cadangan beras pemerintah (CBP) menjadi indikator utama kebijakan importasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Koalisi Rakyat Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah menilai, kecukupan cadangan beras pemerintah (CBP) menjadi indikator utama kebijakan importasi. Said mengatakan, hal itu lebih berkorelasi dibandingkan pencapaian swasembada beras yang sempat diraih Indonesia dua tahun lalu.

"Seberapa banyak pun produksi dalam negeri, jika di gudang Bulog tidak cukup, lalu gejolak harga terjadi maka impor dilakukan," ujar Said saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (28/3/2023).

Baca Juga

Said menyebut cukup atau tidaknya cadangan di gudang Bulog ditentukan seberapa besar kemampuan perusahaan pelat merah itu menyerap hasil panen. Artinya, Bulog harus punya kekuatan dalam bersaing dengan para pedagang beras atau gabah di pasaran.

"Selama ini Bulog selalu kalah. Tahun lalu, serapannya di bawah enam persen dari total produksi makanya tidak heran kalau impor akhir tahun diputuskan," ucap Said.

Said tak heran jika keputusan impor beberapa hari lalu mengundang pertanyaan. Said menyebut situasi produksi yang ada sampai saat ini masih sangat cukup. Said justru mempertanyakan kemampuan Bulog bersaing dan melakukan serapan yang cukup pada panen kali ini.

"Penugasan ke Bulog untuk impor hingga dua juta ton yang mana 500 ribu ton harus cepat dilakukan seolah mengindikasikan pemerintah sudah menyerah," lanjut Said.

Di sisi lain, Said melihat keputusan impor memberikan kesan pemerintah tidak memiliki perhitungan yang kuat. Said menyebut, impor beras hingga dua juta ton seakan mengabaikan produksi dalam negeri yang bisa dikontribusikan.

"Saya membayangkan keputusan ini keluar setelah panen raya berakhir dan berapa banyak kemampuan serapan Bulog lalu diproyeksikan ke kebutuhan hingga akhir tahun, terlebih akan ada panen raya kedua pada Juli-Agustus 2023," ungkap Said.

Said mengatakan percepatan impor yang sebanyak 500 ribu ton beras pada situasi panen raya bisa menjadi hantaman bagi petani. Said menyampaikan selama ini petani selalu dirugikan dengan isu dan pelaksanaan impor.

Said menyampaikan harga gabah selama ini selalu terpengaruh ketika isu impor muncul. Situasinya kian berat dihadapi petani mengingat selama dua tahun terakhir, terjadi kenaikan biaya produksi terutama kenaikan harga pupuk.

"Pemerintah perlu mengoptimalkan penyerapan dari produksi dalam negeri oleh Bulog. Selain itu pemerintah juga perlu melakukan perencanaan yang baik dengan basis data yang akurat sehingga setiap kebijakan yang diambil tidak merugikan rakyat, terutama petani," kata Said.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement