Jumat 10 Mar 2023 01:44 WIB

Tertekan Inflasi, PwC: Pertumbuhan Ekonomi 2023 Diprediksi Melambat

Penurunan pertumbuhan disebabkan tekanan inflasi yang masih berlanjut.

Rep: Novita Intan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Karyawan menata produk minuman di Transmart Cempaka Putih, Jakarta, Senin (2/1/2023). PwC Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen pada 2023. Prediksi ini menurun dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 5,31 persen.
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan menata produk minuman di Transmart Cempaka Putih, Jakarta, Senin (2/1/2023). PwC Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen pada 2023. Prediksi ini menurun dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 5,31 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PwC Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,8 persen pada 2023. Prediksi ini menurun dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar 5,31 persen.

Head of Economic and Research PwC Indonesia Denny Irawan mengatakan, penurunan pertumbuhan disebabkan tekanan inflasi yang masih berlanjut. Diprediksi laju inflasi sebesar empat persen pada tahun ini.

Baca Juga

“Ekspektasi inflasi yang tinggi dan pengetatan kebijakan moneter yang agresif berpotensi menurunkan konsumsi rumah tangga dan menggerus profitabilitas dunia usaha pada 2023,” ujarnya saat webinar PwC Indonesia Economic Update, Kamis (9/3/2023).

Denny berharap pemerintah terus menjaga konsumsi dari inflasi global di antaranya memberikan berbagai subsidi, termasuk bahan bakar, listrik dan bantuan sosial. Menurutnya, laju inflasi sudah melewati puncaknya secara global dan bank sentral di dunia tetap berhati-hati.

“Kami perkirakan konsumsi domestik Indonesia akan tetap kuat. Upaya terkoordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter sangat penting untuk mempertahankan daya beli,” ucapnya.

Selain itu, Denny menyebut perlambatan pertumbuhan ekspor sangat mungkin terjadi seiring perlambatan pertumbuhan global, meski ekspor komoditas utama Indonesia seperti batu bara, minyak sawit, dan nikel akan tetap terjaga selama perang Ukraina berlanjut. 

“Risiko penurunan, termasuk lemahnya permintaan global, arus keluar modal, tekanan mata uang, dan kondisi keuangan global yang ketat, di jangka menengah berpotensi menghambat momentum pertumbuhan dari 2025 dan seterusnya,” ucapnya.

Dari sisi lain, Denny melanjutkan, anggaran pendapatan belanja negara (APBN) sangat penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Menurut dia, harga komoditas yang tinggi memiliki dampak ganda terhadap anggaran fiskal Indonesia. 

Denny mencontohkan harga komoditas yang tinggi, terutama bahan bakar minyak berdampak negatif, karena pemerintah perlu membayar lebih banyak subsidi. Namun, dari sisi lain membawa pemasukan tambahan bagi pemerintah karena ekspor Indonesia masih didominasi batubara dan kelapa sawit, pemerintah menarik bea maupun pajak penghasilan dari ekspor komoditas itu. 

“Kami memperkirakan anggaran pemerintah akan tetap kuat pada 2023. Kami melihat pemerintah akan sanggup melanjutkan program pro-pertumbuhan dan pro-penciptaan lapangan kerja, serta melanjutkan subsidi untuk melindungi konsumsi dan mengendalikan inflasi,” ucapnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement