Kamis 02 Mar 2023 21:57 WIB

Ekonom Indef Mengaku tak Terlalu Berharap Ada Investasi Baru Saat Pemilu

Saat Pemilu banyak investor akan lebih hati-hati berinvestasi di dalam negeri.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Lida Puspaningtyas
Pekerja melipat surat suara Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau 2020 di Gudang Logistik KPU Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (17/11/2020). KPU Kota Batam telah menerima logistik Pilkada sebanyak 603.260 surat suara dan 2.177 kotak suara yang akan didistribusikan ke 64 kelurahan di 12 kecamatan di Kota Batam.
Foto: ANTARA/Teguh prihatna
Pekerja melipat surat suara Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau 2020 di Gudang Logistik KPU Kota Batam, Kepulauan Riau, Selasa (17/11/2020). KPU Kota Batam telah menerima logistik Pilkada sebanyak 603.260 surat suara dan 2.177 kotak suara yang akan didistribusikan ke 64 kelurahan di 12 kecamatan di Kota Batam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institut for Development of Economics (Indef) Iman Sugema menyatakan, dalam situasi pemilihan umum (pemilu) terdapat risiko politik yang akan memengaruhi persepsi. Terutama prospek para konglomerat karena akan ada perubahan dalam struktur politik yang sangat berpengaruh terhadap para orang kaya tersebut.

"Mereka akan wait and see dalam investment. Dua faktor akan berinteraksi sejauh mana agregat, dari sisi investment dari masa pemilu, baik pembiayaan dari bank akan cenderung lebih hati-hati," ujar dia dalam diskusi publik, Kamis (2/3/2023).

Baca Juga

Ia melanjutkan, saat pemilu banyak investor akan lebih hati-hati berinvestasi di dalam negeri. Maka, Iman tidak terlalu berharap akan ada investasi baru di tahun politik.

Dirinya menambahkan, beberapa negara telah menaikkan suku bunga acuan. Hal itu bertujuan mengurangi peredaran uang beredar di masyarakar supaya inflasi terkendali.

Hanya saja, menurutnya itu berkebalikan jika terjadi pada tahun politik. "Di sisi yang lain, Indonesia dalam menghadapi tahun pemilu, saya kira ini pengetahuan umum ya, demand (permintaan) untuk cash money uang kartal Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu akan tinggi karena semua transaksi politik itu dilakukan secara cash. Nggak mungkin secara terbuka mau transfer antarbank," tutur dia.

Maka, kata dia, Indonesia tidak dapat begitu saja menentukan suku bunga turun sendirian dalam mengantisipasi naiknya permintaan uang tunai guna pengendalian inflasi. "Jadi di satu pihak kita tidak bisa semena-mena menentukan suku bunga untuk menggelontorkan likuiditas itu lebih banyak karena fokusnya adalah mengendalikan inflasi di berbagai negara sekali pun. Di lain pihak, permintaan cash akan membesar, artinya justru jadi dilema," ujar Iman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement