Jumat 24 Feb 2023 09:19 WIB

Asosiasi Promotor: Calo Hal Lumrah dalam Bisnis Pertunjukan

Calo tiket kembali marak pascaramainya agenda konser di Indonesia.

Calo di GBK sedang transaksi dengan penonton yang tak punya tiket (ilustrasi). Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) menilai keberadaan calo tiket yang kembali marak seiring mulai menggeliatnya lagi festival musik dan konser di Tanah Air sebagai hal lumrah dalam dunia bisnis hiburan.
Foto: Republika/Fitriyanto
Calo di GBK sedang transaksi dengan penonton yang tak punya tiket (ilustrasi). Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) menilai keberadaan calo tiket yang kembali marak seiring mulai menggeliatnya lagi festival musik dan konser di Tanah Air sebagai hal lumrah dalam dunia bisnis hiburan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) menilai keberadaan calo tiket yang kembali marak seiring mulai menggeliatnya lagi festival musik dan konser di Tanah Air sebagai hal lumrah dalam dunia bisnis hiburan. Merelanikut melakukan oembelian tiket dan tidak melakukan penipuan.

"Kalau dalam konteks bisnis hiburan, 'calo' itu disebut sebagai pihak yang menjual secondary ticket. Hal ini sah-sah saja dilakukan karena mereka memang ikut melakukan pembelian dan tidak melakukan penipuan, kecuali tiket yang dijualnya terbukti palsu," kata Ketua APMI Dino Hamid kepada Antara ketika dihubungi, Kamis (23/2/2023).

Baca Juga

Dino menjelaskan, pihak pembeli secondary ticket semacam calo lazim ditemukan bahkan di situs penjualan tiket festival musik atau konser berskala internasional di negara-negara mana pun.

"Situs penjualan tiket internasional pun menjual secondary ticket dengan harga yang lebih mahal, tentu bedanya sistem mereka digital dan terpercaya. Menurut saya di konteks industri bisnis pertunjukan, 'calo' sah saja bahkan ada di luar negeri juga," paparnya.

Tak heran, lanjut Dino, ketika terjadi proses pembukaan tiket pra-jual secara daring yang biasanya diistilahkan dengan ticket war, maka banyak pihak yang memanfaatkan momentum tersebut sebagai celah bisnis. Mereka akan menjual kembali tiket tersebut dengan harga yang lebih mahal. 

"Kami tentunya sebagai promotor tidak bisa menahan hal tersebut dan memang sah saja," kata Dino.

Menyikapi kondisi saat ini, Dino melihat pertumbuhan industri bisnis hiburan cukup menggembirakan. Pascapandemi COVID-19, lanjutnya, banyak orang yang akhirnya bisa menikmati hiburan di luar rumah secara aman dan nyaman.

Perkembangan bisnis pertunjukan, kata Dino, terkait erat dengan kultur sosial yang juga tumbuh sangat pesat. "Kami istilahkan ada yang namanya Generasi C atau Generasi Covid. Mereka ini anak-anak muda yang dua atau tiga tahun lalu tidak bisa keluar rumah dan belum cukup usia untuk nonton konser dan sekarang sudah bisa bersosialisasi di sebuah festival atau konser," jelasnya.

Optimisme dalam dunia hiburan Tanah Air, kata Dino, juga bisa jadi kekuatan untuk menghindari ancaman resesi ekonomi global yang menghantui banyak negara. APMI, kata Dino, memiliki keyakinan bahwa industri festival akan semakin maju dan menguatkan Indonesia sehingga terhindar dari ancaman resesi.

"Kami yakin Indonesia aman karena micro-economy kita cukup kuat. Ada uang yang terus berputar di sini, misalnya dari promotor, artis, kru, talent, hingga UMKM. Semua membentuk ekosistem sangat kuat di industri kita," tutupnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement