Rabu 22 Feb 2023 16:05 WIB

PLN Ikutkan 11 PLTU Dalam Perdagangan Karbon

PLN juga sudah terus melakukan upaya pengurangan emisi dari pembangkit fosil.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (19/9/2022) (ilustrasi). Pada tahun ini pemerintah memulai perdagangan karbon sebagai salah satu upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PLN Nusantara Power akan mengikutsertakan 11 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam perdagangan karbon tahap pertama ini.
Foto: ANTARA/JOJON
Foto udara area Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah Tanjung Tiram, Kecamatan Moramo Utara, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin (19/9/2022) (ilustrasi). Pada tahun ini pemerintah memulai perdagangan karbon sebagai salah satu upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PLN Nusantara Power akan mengikutsertakan 11 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam perdagangan karbon tahap pertama ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun ini pemerintah memulai perdagangan karbon sebagai salah satu upaya pengurangan emisi gas rumah kaca. PT PLN (Persero) melalui anak usahanya PLN Nusantara Power akan mengikutsertakan 11 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam perdagangan karbon tahap pertama ini.

Direktur Utama PT PLN Nusantara Power Rully Firmansyah menjelaskan, PLN siap mendukung kebijakan pemerintah. Ia menjelaskan, saat ini PLN Nusantara Power memiliki 11 PLTU untuk ikut dalam perdagangan ini. Ia mengatakan, PLN Nusantara Power saat ini juga memiliki tiga proyek pembangkit yang sedang dalam proses mendapatkan Sertifikat Penurunan Emisi (SPE).

Baca Juga

"Kami mempunyai potensi beberapa pembangkit yang surplus dan pembangkit defisit emisi. Kami juga sedang memproses tiga SPE, yaitu PLTGU Muara Karang, PLTA Renon dan PLTA Sipansihaporas sehingga bisa kami perdagangkan," ujar Rully di Kementerian ESDM, Rabu (22/2/2023).

Rully menjelaskan, tahun ini melalui tiga proyek SPE tersebut PLN mempunyai potensi emisi yang bisa diperdagangkan sebesar 1,5 ton CO2. Selain tiga proyek tersebut, PLN terus melakukan upaya pengurangan emisi dari pembangkit fosil yang saat ini masih beroperasi melalui teknologi co-firing, gencar melakukan efisiensi operasional pembangkit dan juga mengkonversi pembangkit berbasis fosil ke pembangkit berbasis EBT.

"Kami di PLN juga sudah memiliki peta jalan dalam pengendalian emisi salah satunya adalah dengan meningkatkan poin ESG," kata Rully.

Rully melihat perdagangan karbon ini menjadi salah satu peluang diversifikasi bisnis ke depan. Mengingat, PLN tak hanya menggantikan pembangkit fosil dengan EBT saat ini saja, tetapi semakin bertumbuhnya konsumsi dan kebutuhan listrik, PLN akan terus mengembangkan kapasitas terpasang pembangkit EBT.

"Ke depannya kami berharap perdagangan dari karbon ini bisa seperti komoditi lain di bursa, ada trading, option, dan lainnya. Ini juga menjadi sebuah peluang baru bagi kami yang saat ini bergerak di bidang emisi karbon," kata Rully.

Pada tahap pertama, Kementerian ESDM sudah memberikan lampu hijau bagi 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) untuk melakukan perdagangan karbon. Bagi PLTU yang kelebihan emisi karbon untuk bisa melakukan pengurangan emisi dengan membeli dari PLTU yang sudah berupaya dalam pengurangan emisi.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah mendorong pengusaha pembangkit bisa melakukan berbagai upaya mengurangi emisi. Skema perdagangan karbon diharapkan bisa dimanfaatkan dengan baik sebelum nantinya pemerintah mengenakan pajak karbon bagi para pengusaha yang tak melakukan apa apa dalam pengurangan emisi.

"Ini upaya bersama meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi karbon. Jadi para perusahaan bisa melakukan perdagangan karbon sebagai upaya pengurangan emisi," kata Arifin dalam kesempatan yang sama.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement