REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Departemen Manajemen Aset Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Claudia Kolonas mengatakan, menghadapi tren makro ekonomi 2023, para investor dapat melakukan diversifikasi komposisi aset. Menurutnya, instrumen saham pada 2023 masih cukup menarik.
"Walaupun volatilitas pasar akan tetap tinggi terkait sentimen global masih berubah-ubah. Di semester II 2023, kampanye tahun politik menyambut pemilu pada 2024 bisa menjadi katalis dalam mendukung rally saham di sektor-sektor berkapitalisasi besar," kata Claudia dalam keterangan, dikutip Senin (20/2/2023).
Di periode yang sama, lanjut Claudia yang juga merupakan Co-Founder Pluang, obligasi seperti reksa dana pendapatan tetap cukup menarik untuk dipertimbangkan setelah yield surat berharga pemerintah lebih stabil. Sedangkan kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 5,75 persen membuat reksa dana pasar uang berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih menarik tahun ini.
Berkaitan dengan potensi pasar modal, Direktur Penilai Perusahaan PT BEI Gede Nyoman Yetna mencatatkan tren-tren positif di pasar modal Indonesia. Saat ini, kata dia, pemerintah sudah menjaga arah pertumbuhan ekonomi dalam upaya pemulihan pascapandemi.
"Hal ini tecermin dalam tingginya angka perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan pesatnya pertumbuhan investor ritel dalam dua tahun terakhir. Menyambut optimisme ini, setelah mencatatkan 67 instrumen baru pada 2022, tahun ini BEI menargetkan sebanyak 70 instrumen baru yang tercatat di bursa," kata Nyoman.
Kepala Departemen Perizinan Pasar Modal OJK Luthfy Zain Fuady menekankan pentingnya implementasi Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor-Sektor Keuangan (UU P2SK) sebagai regulatory outlook pada 2023. OJK menyadari detil dalam UU P2SK mengharuskan adanya koordinasi antar kementerian dan lembaga.
Misal dalam implementasi perdagangan karbon, pengembangan produk-produk keuangan derivatif dan pengelolaan inovasi teknologi sektor keuangan. UU P2SK juga memiliki fungsi perlindungan konsumen, Security Investor Protection Fund (SIPF) diharapkan bisa menjamin keamanan transaksi di pasar modal.
"OJK juga ke depannya ingin bekerja sama dengan institusi penegak hukum dalam menindak kasus pidana di pasar keuangan," ujar Luthfy.