REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penjualan saham BUMN melalui lantai bursa dinilai memberikan banyak keuntungan bagi perusahaan pelat merah itu. Manajemen BUMN menjadi lebih transparan dan akuntabel.
Pengamat pasar modal, Irwan Ariston Napitupulu, mengatakan banyak BUMN bahkan sukses menjadi perusahaan terbuka. Sebut saja BRI, BNI, Bank Mandiri, Aneka Tambang, dan Bukit Asam. “BUMN tersebut bagus-bagus. Laporan keuangan bagus, kinerja meningkat,” ujar dia kepada media, Sabtu (11/2/2023).
Irwan melontarkan pernyataan itu terkait dengan rencana initial public offering (IPO) salah satu anak usaha BUMN, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Menurut Irwan salah satu kunci perusahaan yang masuk lantai bursa, memang saat IPO. Ketika IPO yang cukup penting adalah valuasi.
Jika harga yang ditawarkan kompetitif, maka akan menarik bagi calon investor. “BRI misalnya, saat itu banyak yang memperebutkan sahamnya,” kata dia melanjutkan.
Tak kalah penting, Irwan menyatakan, dana yang diperoleh dari bursa saham dipergunakan untuk modal dan investasi. Hal itu bisa terjadi jika perusahaan dalam kondisi sehat, tidak bermasalah. Dengan demikian, dana yang diperoleh dipergunakan secara optimal untuk meningkatkan belanja modal dan investasi.
“Hal ini berbeda pada perusahaan yang awalnya bermasalah, misal IPO untuk menyelamatkannya dari banyaknya utang,” jelas Irwan.
Dengan demikian, jika sejak awal memang sudah sehat, tentu kinerja akan semakin membaik ketika menjadi perusahaan terbuka. Seperti yang dialami BRI, BNI, Bank Mandiri, Antam, Bukit Asam, dan lain-lain.
“Kinerja emiten-emiten perbankan tersebut sangat baik. Dari Laporan Keuangan kan kelihatan. Sedangkan yang tambang, juga bagus, terlebih harga internasional komoditas sedang bagus,” kata dia.
Menurut Irwan, salah satu faktor yang berperan meningkatkan kinerja emiten adalah prinsip transparansi. Dengan keterbukaan, perusahaan lebih terkontrol.
“Kalau belum go public, kan tidak ketahuan, apakah ada penyimpangan atau tidak. Tetapi kalau sudah go public, akan terpantau sehingga lebih profesional. Itu yang membuat kinerja meningkat dan mudah-mudahan lebih efisien,” kata dia menjelaskan.
Mengenai kepemilikan saham, Irwan juga mengatakan tidak berubah. Mayoritas saham tidak akan beralih ke pihak swasta atau asing. Terlebih, jika jumlah saham yang dilepas relatif kecil, misal sekitar 20-30 persen.
Dengan kondisi ini, tidak mengubah juga garis kebijakan perusahaan induk. “Mayoritas masih BUMN, pemerintah. Untuk investor, istilahnya hanya kebagian rezeki saja,” ucapnya.
Bahkan, lanjut Irwan, para karyawan juga bisa memiliki saham tempat mereka bekerja. Saham untuk karyawan itu bisa saja diperoleh melalui koperasi karyawan dan sebagainya. “Bisa saja mereka mengajukan ke direksi,” kata Irwan.
Terpisah, pengamat pasar modal, Adler Haymans Manurung, mengatakan banyak BUMN masuk lantai bursa dan pada akhirnya menuai sukses. Keberhasilan menjadi perusahaan terbuka tak lepas dari prinsip keterbukaan.
“Banyak keuntungan dengan IPO. Salah satunya perusahaan akan menjadi transparan terutama pada laporan keuangan. Kondisi ini akan memicu kinerja perusahaan dan pada akhirnya karyawan juga diuntungkan,” ujar Adler.
Dengan transparansi, lanjut penulis buku Pasar Modal Indonesia, Menjadi Bursa Kelas Dunia ini, publik bisa mengetahui kinerja keuangan perusahaan. Termasuk karyawan yang juga bisa melihat laporan tersebut.
Hal ini berbeda pada perusahaan tertutup atau belum IPO. Pada perusahaan seperti ini, direksi tidak perlu menunjukkan laporan kinerjanya. “Akibatnya, karyawan juga tidak bisa melihat kinerja perusahaan. Dan dengan mengetahui kondisi perusahaan, mereka bisa mempertimbangkan, apakah sudah saatnya meminta kenaikan gaji,” ucap dia.