Kamis 09 Feb 2023 23:36 WIB

Raperda SJUT Pemprov DKI Berpotensi Hambat Program Transformasi Digital Presiden Jokowi

Rencana penataan kabel udara di Jakarta sebuah keniscayaan.

Warga melihat kabel utilitas yang telah dipotong di Pasar Mampang Prapatan, Jakarta.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melihat kabel utilitas yang telah dipotong di Pasar Mampang Prapatan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL), Jerry Mangasas Swandy mengkritisi revisi Peraturan Daerah mengenai Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) yang dilakukan Pemprov DKI. Menurut Jerry, seluruh anggota APJATEL tidak keberatan dengan rencana Pemprov DKI untuk menata kabel udara di Jakarta, karena penataan kabel udara di Ibu Kota merupakan keniscayaan.

Namun Jerry berharap rencana penataan kabel udara tidak menambah beban masyarakat yang saat ini belum pulih pascapandemi Covid-19. Sebab dalam Raperda SJUT yang tengah dibahas oleh Pemprov DKI dan DPRD tersebut akan mengenakan beban biaya baru kepada seluruh badan usaha yang menggelar jaringaan telekomunikasi, listrik, air dan gas di Jakarta.

"Dalam Raperda tersebut salah satu poinnya adalah mengenai pengenaan biaya sewa barang milik daerah dan SJUT," kata Jerry.

Ia berkata, jika operator telekomunikasi dikenakan beban biaya baru yang berpotensi meningkatkan biaya pembangunan infrastruktur, tentu ini akan menghambat rencana besar Presiden Joko Widodo yang menginginkan mewujudkan transformasi digital di Indonesia. "Padahal Presiden Joko Widodo ingin memberikan layanan broadband kepada masyarakat seluruh Indonesia dengan harga yang terjangkau," ucap Jerry.

Dalam Pasal 4 Poin D perubahan Perda Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas, operator pengguna SJUT akan diwajibkan membayar retribusi atau tarif rutin kepada Pemprov DKI. Perda tersebut diperkuat dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 106 tahun 2019. Melalui Ingub no 69 tahun 2020, Jakpro sebagai BUMD diperintahkan untuk melaksanakan pembuatan SJUT. Namun kenyataannya Jakpro menyerahkan pembangunan SJUT tersebut ke Jakarta Infrastruktur Propertindo (JIP) yang merupakan anak usaha dari Jakpro.

Saat ini ada lebih dari 40 operator telekomunikasi di Jakarta yang menggelar jaringan telekomunikasi. Jika Pemprov DKI Jakarta menerapkan harga sewa SJUT berdasarkan pendekatan bisnis dan peningkatan PAD, Jerry bisa memastikan harga layanan internet di DKI Jakarta akan mengalami kenaikan. "Padahal 40 operator tersebut merupakan pemain utama di industri internet di Indonesia," ucap Jerry.

Diakui Jerry, memang selama ini 40 operator telekomunikasi di Jakarta sudah melakukan dialog dengan Pemprov DKI sejak tahun 2019. Namun hingga saat ini belum ditemukan titik temu antara Jakpro dengan operator penyelenggara jaringan telekomunikasi yang diwakili oleh APJATEL. Jerry menjelaskan, hingga saat ini APJATEL dan Pemprov belum menyepakati disain dan harga sewa yang akan dikenakan.

Bahkan dalam draft revisi Perda yang dikirimkan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) masih bertentangan dengan regulasi diatasnya. APJATEL sudah menyampaikan daftar inventaris masalah (DIM) yang ada di revisi Perda tersebut. Namun DIM yang disampaikan APJATEL tak digubris sama sekali oleh Pemprov DKI. Jerry mengungkapkan perlu ada pembahasan khusus antara pelaku usaha dan anggota DPRD agar dapat menciptakan gambaran yang utuh kepada anggota DPRD dalam operasional pembangunan infrastruktur telekomunikasi.

Menurut Jerry ketika Pemprov DKI membuat regulasi, harusnya mereka mengacu pada UU dan regulasi yang lebih tinggi tingkatannya. Seperti merujuk UU Telekomunikasi serta turunannya, UU Cipta Kerja serta turunannya, dan UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Seharusnya ketika Pemprov DKI ingin membuat kebijakan yang berdampak signifikan bagi masyarakat dan pelaku usaha di Jakarta, mereka harus mendapatkan persetujuan dari pemangku kepentingan. Apalagi harga yang diberikan Jakpro untuk sewa SJUT terbilang sangat mahal. Kita sudah berkali-kali mengingatkan ke Pemrov jangan gegabah menggenakan tarif sewa SJUT yang sangat mahal. Sebab pengenaan sewa yang mahal ini akan memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat," kata Jerry.

Jerry memberikan contoh. Di UU Cipta kerja jelas disebutkan pemerintah pusat atau daerah dapat membangun jaringan pasif. Di Perdanya disebutkan wajib. Sehingga menurut Jerry, Raperda yang digadang Pemprov DKI sudah bertentangan dengan UU Cipta Kerja.

"Jika Pemprov DKI tetap ngotot untuk melanjutkan pembahasan Raperda SJUT tanpa mengindahkan regulasi yang lebih tinggi, maka APJATEL akan menempuh Judicial Review ke Mahkamah Agung. Sebab apabila Raperda disetujui beserta substansinya yang jelas jelas bertentangan dengan regulasi diatasnya ini bisa menjadi yurisprudensi bagi pemda lain dan tumpang tindih regulasi akan semakin menjadi - jadi," ucap Jerry

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement