REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan Indonesia membutuhkan waktu 22 tahun untuk menyandang gelar high income country.
"Kalo hitungan secara kalkulasi ekonomi yang linier, kita membutuhkan waktu 22 tahun sampai pada high economy. Mudah-mudahan bisa hadir lebih cepat," kata dia dalam acara peringatan satu dasawarsa pelaksanaan gerakan keterbukaan pemerintah melalui Open Goverment Indonesia (OGI) sekaligus peluncuran Rencana Aksi Nasional OGI VII di Gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Selama 30 tahun terakhir, lanjut dia, Indonesia terjebak di dalam middle income trap. Namun, Indonesia baru saja masuk ke dalam kategori upper middle income dari low middle income di angka 4.200 dolar AS per kapita sejak tahun lalu.
"Dengan suasana dunia yang kita rasakan akibat hantaman pandemi COVID-19 tahun 2019, setelah kita berjibaku sedemikian rupa, kita berharap ke depan Indonesia mampu untuk tumbuh lebih baik lagi dan graduasi dari middle income ini bisa lebih cepat," ungkap Suharso.
Salah satu upaya Bappenas untuk menaikkan posisi Indonesia menjadi high income country adalah melakukan transformasi tata kelola yang dibangun dari berbagai aspek saling terkait, yakni tata kelembagaan, tata regulasi, sumber daya manusia, relasi antar aktor pemerintah dan non pemerintah, serta transformasi digital.
Jika melihat beberapa capaian Indonesia pada indeks pembangunan global, dikatakan bahwa negara ini memiliki modalitas yang setidak-tidaknya menempatkan tanah air dalam jalur tepat untuk bertransformasi ihwal tata kelola.
"Memang, masih terdapat ruang-ruang yang perlu diperbaiki untuk memperkuat fondasi dan meningkatkan capaian transformasi tata kelola ke depan," ucapnya.
Dalam Goverment Effectiveness Index (GEI) dan Regulatory Quality Index (RQI) periode 1995-2020 yang diukur Bank Dunia (World Bank), capaian Indonesia menunjukkan tren peningkatan secara gradual sebagai implikasi dari berbagai upaya reformis yang telah dilakukan pemerintah terutama di bidang hukum, regulasi, dan tata kelola pemerintahan.
Bappenas disebut sudah memulai implementasi integrated GRC (Governance, Risk, and Compliance) untuk proyek-proyek yang memiliki potensi revenue. Selain itu telah digunakan pula pilar ESG (Environmental, Social, and Governance) yang berkaitan dengan lingkungan.
Meskipun GEI dan RQI memiliki tren meningkat, posisi Indonesia masih relatif tertinggal dengan negara-negara Asia Tenggara yang mencakup Singapura, Malaysia dan Thailand.
Adapun berdasarkan E-Goverment Development Index yang diukur United Nations (UN), pencapaian Indonesia selama 2016-2020 memperlihatkan tren kenaikan di mana rata-rata skor Indonesia di atas rata-rata dunia. Sebagian besar pencapaian Indonesia ini dikontribusi oleh skor Human Capital Index dan Online Service Index, tetapi dari aspek Telecommunication Infrastructure Index masih di bawah rata-rata regional Asia Tenggara.
"Kita sekarang sedang mendorong percepatan SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik) dan mudah-mudahan dengan pusat data kita, secara infrastruktur maupun Satu Data Indonesia, bisa terbentuk dalam waktu dekat. Satu Data Indonesia portalnya sudah kita luncurkan dan sudah mulai diisi dengan perlahan, mudah-mudahan tahun ini bisa lebih baik," ujar Menteri Bappenas.