REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian ESDM meluncurkan aturan terkait ekonomi karbon. Hal ini untuk menyongsong era transisi energi. Aturan ini akan memayungi proses perdagangan karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana menjelaskan, aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik ini menjadi acuan dalam perdagangan karbon ke depan.
"Perdagangan karbon akan kita mulai tahun ini, harapannya aturan ini bisa mendorong geliat pasar untuk bisa sama sama mencapai target net zero emision," ujar Dadan di Kantor Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Permen ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Ada beberapa hal yang diatur dalam regulasi anyar tersebut. Misalnya, persetujuan teknis batas atas emisi gas rumah kaca pelaku usaha atau PTBAE-PU.
Kemudian, penyusunan monitoring emisi gas rumah kaca (GRK) untuk pembangkit tenaga listrik. Berikutnya, penetapan persetujuan teknis batas atas emisi gas rumah kaca pelaku usaha pembangkit tenaga listrik.
"Dalam aturan ini akan ada kuota emisi dan bagaimana teknis perdagangan karbon hingga penyusunan laporan emisi gas rumah kaca dari PLTU. Namun implementasi ini memang akan dilakukan secara bertahap," ujar Dadan.
Dadan juga memastikan meski adanya kebijakan ini tak akan menganggu pasokan listrik bagi masyarakat. Ia juga memastikan tarif bagi masyarakat tetap terjangkau.