REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rubel Rusia menguat menuju 67 per dolar pada awal perdagangan Jumat (13/1/2023). Hal ini didorong oleh perusahaan ekspor yang menjual pendapatan mata uang asing untuk membayar pajak di akhir bulan dan intervensi bank sentral di pasar valas.
Rubel naik 0,5 persen versus dolar menjadi diperdagangkan di 67,42 pada pukul 07.48 GMT dan telah terangkat 0,16 persen terhadap yuan untuk diperdagangkan pada 10,01. Terhadap euro, rubel naik 0,25 persen menjadi diperdagangkan di 72,97.
Minyak mentah Brent, patokan untuk ekspor utama Rusia, naik 0,1 persen menjadi 84,11 dolar AS per barel.
"Rubel terus memperkuat posisinya," kata analis riset Otkritie Bank, Andrey Kochetkov, menambahkan bahwa penjualan pendapatan valas oleh eksportir adalah faktor utama yang mendukung mata uang tersebut.
Pengumuman kementerian keuangan pada Rabu (11/1/2022) bahwa mereka akan menjual yuan China senilai sekitar 47 juta dolar AS setiap hari dari 13 Januari hingga 6 Februari juga telah memberikan beberapa dukungan untuk rubel, yang mencapai level tertinggi sejak akhir Desember di sesi sebelumnya.
Kementerian telah mengalokasikan jumlah yang setara dengan 800 juta dolar AS untuk dibelanjakan pada intervensi ini di pasar valuta asing.
"Ini dan periode pajak yang mendekat akan mendukung mata uang Rusia, yang sekarang secara teknis terlihat overbought," kata Alexei Antonov dari Alor Broker, menambahkan bahwa koreksi rubel tidak dapat dikesampingkan.
Pasar saham Rusia beragam. Indeks RTS berdenominasi dolar naik 0,41 persen menjadi diperdagangkan di 1.020,06 poin, sedangkan indeks MOEX Rusia berbasis rubel turun 0,12 persen menjadi diperdagangkan di 2.183,34 poin.