REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Annisa Kartika Ocktavia, Mahasiswi Akuntansi Syariah-International Program, IAI Tazkia
Besarnya pangsa pasar Indonesia dan terus berkembangnya industri halal global, meningkatkan urgensi atas pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional. Diketahui aset industri keuangan syariah Indonesia mencapai 1,63 kuadriliun (US$ 111,1 miliar) pada Juli tahun 2020, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bahkan Presiden Jokowi mengatakan, bahwa Industri Keuangan Syariah adalah the sleeping giant yang dapat meningkatkan ekonomi yang lesu.
Potensi pengembangan industri halal yang besar, baik itu di sektor fashion, makanan dan minuman, media dan edukasi, kosmetik dan farmasi. Bahkan, pariwisata harus dilengkapi dengan kemajuan keuangan syariah digital di Indonesia.
Kehadiran layanan keuangan syariah digital dalam transaksi keseharian masyarakat harus diperkuat dan dipercepat guna mencapai potensi global yang masih terbuka. Saat ini telah menjadi kebutuhan bagi sektor perbankan untuk melakukan akselerasi digital sebagai energi untuk meningkatkan daya saing antar perbankan.
Tidak terkecuali bank digital syariah. BSI selaku perbankan syariah yang dikelola oleh BUMN Perbankan, memiliki tantangan besar yakni pemerataan literasi dan inklusi pada masyarakat.
Berdasarkan data OJK terkait Indeks literasi dan inklusi keuangan syariah pada periode 2013-2019 tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Tingkat inklusi keuangan syariah di Indonesia mengalami penurunan dari 11,1 persen menjadi 9,1 persen. Sedangkan indikator yang sama pada lembaga keuangan konvensional justru terus meningkat dari 67,80 persen menjadi 76,19 persen.
Mengutip Atikah (2019), hal ini tidak selaras dengan posisi Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar dan sangat berpotensi untuk menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia. Lalu peran yang harus diambil BSI untuk memaksimalkan market ekonomi syariah melalui tren bank digital syariah adalah menginovasikan fitur pembiayaan Qardhul Hasan bagi UMKM dalam BSI-Mobile.
Qardh financing merupakan proksi atas fungsi sosial bank syariah secara signifikan memiliki dampak positif terhadap inklusi keuangan syariah termasuk dalam menciptakan nasabah baru. Namun demikian, porsi pembiayaan qardh hassan dan pembiayaan mikro yang disalurkan oleh bank syariah di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan total pembiayaan (LPKSI) 2021.
Pembiayaan Qardhul hasan, meski bukan sebuah produk komersial namun sangat penting untuk diterapkan dalam jumlah yang proporsional karena Qardhul hasan adalah salah satu ciri perbankan syariah. Dalam konteks korporasi, Qardhul Hasan dapat berperan sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) Penerapan Qandhul hasan dalam perbankan syariah lebih strategis karena sebagai salah satu bentuk kontribusi dalam membangun perekenomian umat, tentu bukan hanya dan praktek pembiayaan namun juga dari segi pengembangan usaha (Riswandi, 2015).
Menteri Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) Teten Masduki mengatakan sebanyak 19,5 juta pelaku UMKM dari 65 Juta yang telah bergerak, terhubung dan onboarding di bidang digital. Sejalan dengan hal tersebut, potensi peningkatan nilai ekonomi digital di Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu 8x lipat dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, mencapai Rp 4.531 triliun pada tahun 2030 (Santia, 2022).
Sejauh ini, terlihat BSI telah banyak melakukan pembiayaan dan dukungan terhadap UMKM selaku tulang punggung ekonomi nasional. Diantaranya meluncurkan BSI UMKM Center di 3 Provinsi (Aceh, Yogyakarta, dan Surabaya), memberikan permodalan dalam program Modest Fashion Founders Fund 2021, bahkan menggelar kompetisi Talenta Wirausaha BSI.
Diketahui sepanjang 2021, BSI telah menyalurkan pembiayaan untuk UMKM mencapai Rp 38,3 triliun. Selain itu BSI sudah memahami potensi UMKM namun dalam hal pembiayaan digital masih kecil implementasinya.
Dari pemaparan di atas BSI perlu meningkatkan literasi dan inklusi ekonomi syariah kepada masyarakat terkhusus UMKM melalui pembiyaan qardhul hasan. Melihat dari besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia saat ini yang mana telah membuka 97 persen dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4 persen dari total investasi.
Diharapkan BSI dapat lebih menyosialisasikan dan mengenalkan Qardhul Hasan kepada masyarakat luas tentang adanya pelaksanaan pembiayaan oleh BSI. Sehingga, pembiayaan tersebut dapat menjadi unggul dan semakin dikenal banyak masyarakat. Karena masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui Qardh financing atau pembiayaan Qardhul Hasan.
Selain itu tuntutan digitalisasi dalam bertransaksi bagi BSI merupakan kunci untuk penyaluran pembiayaan modal kerja dan investasi kepada UMKM berbasis digital, dengan tujuan untuk memberikan kemudahan kepada nasabah dan percepatan perkembangan industri halal global agar Indonesia segera bangkit dari istilah raksasa tidur keuangan Islam dunia dengan kata lain waking up the sleeping giant.