REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan organisasi navigasi penerbangan (AirNav) negara-negara Asia Pasifik membahas penerapan penerbangan nol emisi yang ditargetkan rampung pada tahun 2050 di Jimbaran, Badung, Bali, Selasa (22/11/2022).
Hal itu disampaikan Direktur Navigasi Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara Capt. Sigit Hani Hadiyanto dalam pertemuan 33th Meeting of The Asia Pacific Air Navigation Planning and Implementation Regional Group (APANPIRG).
APANPIRG adalah pertemuan organisasi penerbangan sipil internasional yang membahas masalah-masalah teknis penerbangan di bidang komunikasi, navigasi, pengamatan, dan meteorologi yang dihadiri oleh 30 delegasi negara Asia Pasifik.
"Pertemuan APANPIRG ini merupakan hihg-level meeting di tingkat teknis untuk membahas materi kebijakan, serta pengambilan keputusan terhadap hasil pertemuan level task force, working grup dan sub group di lingkup operasi bandara, komunikasi penginderaan, navigasi penerbangan, manajemen lalu lintas penerbangan dan komunikasi navigasi, serta untuk mendorong kerja sama pada pengoperasian pesawat udara," kata Hadiyanto.
Kegiatan tersebut, kata Hadiyanto, akan dilaksanakan selama tiga hari yakni pada 22-24 November 2022 dengan skema hibrid baik online maupun offline, yang dihadiri oleh perwakilan dari 30 negara Asia Pasifik dan organisasi internasional yang tergabung dalam ICAO (International Civil Aviation Organization).
Pertemuan tersebut, menurut Handiyanto, sangat penting dan strategis mengingat dalam dua tahun terakhir pandemi Covid-19 memberikan tantangan tersendiri bagi industri penerbangan secara global. Oleh sebab itu, kata dia, pascapandemi Covid-19 diperlukan komitmen global untuk memungkinkan penerbangan yang aman dan efisien, serta menjaga kondisi penerbangan di masa depan.
"Komitmen tersebut termasuk dimana upaya untuk memastikan pengembangan penerbangan sipil yang berkelanjutan dan koheren di kawasan Asia Pasifik yang selaras, serta tiap negara dapat mendukung program tersebut sesuai dengan garis yang diberikan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization)," kata dia.
Pertemuan ini juga untuk bertujuan untuk memfasilitasi implementasi pelayanan dan sistem navigasi penerbangan sebagaimana teridentifikasi melalui global navigation plan dan juga Asian navigation plan.
Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (AirNav Indonesia) Polana Banguningsih Pramesti mengatakan kegiatan ini penting dalam rangka mendukung perencanaan global dimana seluruh anggota harus bekerja keras dan bekerja sama dengan industri dan lembaga internasional lainnya untuk memberikan upaya otoritas agar seluruh perencanaan mencapai zero emission berjalan dengan baik sesuai target.
"Di samping itu, melalui pertemuan ini, diskusi dan pengembangan pengambilan kebijakan dikedepankan guna terbentuknya konektivitas yang sejalan dengan apa yang digariskan ICAO termasuk mengurangi CO2 dimana ICAO telah menetapkan bahwa pada tahun 2050 diupayakan sudah tercapai net-zero emission," kata dia.
Menurut Polana, isu-isu yang diangkat dalam G20 Aviation Dialogue juga menjadi materi pembahasan pada pertemuan kali ini seperti perkembangan teknologi pengoperasian pesawat tanpa awak sampai pemanfaatan teknologi modern satelit. "Negara-negara Asia Pasifik harus bekerja sama untuk mewujudkan keselamatan penerbangan melalui diskusi, sharing information dan berbagai pengalaman," kata dia.
Acara ini juga penting dengan alasan sejak dua tahun lalu dunia masuk dalam kondisi pandemi Covid-19, dimana semua negara mengalami keterpurukan dan inilah saatnya untuk bersama-sama mengevaluasi atau merencanakan, serta membahas bagaimana ke depannya bisa lebih tangguh melalui agenda yang akan disepakati dalam forum tersebut.
Polana mengatakan pada masa pandemi Covid-19, AirNav sudah melakukan agenda meningkatkan traffic melalui inisiatif User Preferred Routes (UPRs), yaitu rute-rute yang diusulkan oleh air lines tanpa harus mengikuti ATS (Air Traffic Service) konvensional yang telah tersedia dengan mempertimbangkan arah angin, turbulensi, jarak, dan sebagainya, sehingga penerbangan yang melewati ruang udara Indonesia bisa lebih efisien, dengan tetap mempertimbangkan keselamatan penerbangan.
Sebagai bukti kesungguhan mewujudkan nol emisi, AirNav Indonesia sudah melakukan uji coba untuk pengurangan emisi karbon sebesar 94,5 ton/100 penerbangan dimana percobaan tersebut mendapat apresiasi dari negara-negara lain. "Tujuannya untuk meng-encourage, meningkatkan intensitas penerbangan pascapandemi Covid-19," kata dia.