REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyatakan diperlukan parameter kondisi yang jelas dan detail terkait tanggung jawab Bank Indonesia (BI) membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana.
"Ini yang perlu didefinisikan sejauh mana BI bisa terlibat di pasar perdana. Kita harus jelas," katanya dalam Focus Group Discussion(FGD) Fraksi PKS DPR RI terkait RUU P2SK di Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Hal itu menyusul Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) yang mengatur bahwa BI dapat membeli SBN di pasar perdana selama terdapat krisis yang menekan stabilitas sistem keuangan dan ekonomi. Tauhid menegaskan pasal tersebut harus diperjelas, terutama terkait spesifikasi kondisi yang dapat disebut sebagai krisis, agar kewenangan BI tidak disalahgunakan.
Bahkan, menurut Tauhid, tanggung jawab BI untuk membeli SBN di pasar perdana pada tahun ini pun tidak tepat mengingat Indonesia tidak sedang dalam kondisi krisis. Indonesia secara tiga kuartal berturut-turut pada tahun ini mampu tumbuh di atas 5 persen, namun BI tetap harus membeli SBN di pasar perdana yang mencapai sekitar Rp130 triliun sampai Rp140 triliun.
"Ini yang kemudian siapa pun dengan situasi tanpa ada krisis maupun ada krisis ternyata Bi harus terlibat," katanya.
Ia menuturkan dengan adanya pasal ini di RUU P2SK maka tugas BI juga bukan lagi hanya menjaga nilai tukar dan inflasi, melainkan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Padahal untuk berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sebenarnya BI tidak perlu terlibat secara langsung seperti membeli SBN di pasar perdana.
Selama ini pun beragam kebijakan yang dikeluarkan BI pun sudah termasuk mendorong ekonomi, seperti mengendorkan likuiditas dan mengurangi giro wajib minimum di perbankan. "Ini mengapa harus lewat pasar perdana? Mendorong pertumbuhan ekonomi ini tidak harus BI terlibat di pasar perdana," ujarnya.
Bahkan Tauhid mengatakan pasal yang menunjukkan BI secara langsung berkewajiban membeli SBN di pasar perdana ini sekaligus berpotensi mengancam independensi BI. "Memang dalam kondisi resesi atau krisis itu dibutuhkan tapi dalam kondisi normal sekarang tidak dibutuhkan," tegasnya.