Kamis 10 Nov 2022 14:47 WIB

Tumbuh Pesat, OJK Optimistis Ekonomi Digital Indonesia Tembus Rp 5.148 Triliun di 2030

Indonesia dinilai berada pada jalur pertumbuhan yang kuat untuk mencapai target.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Gita Amanda
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan Indonesia sudah berada pada jalur pertumbuhan yang kuat untuk mencapai target tersebut. (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan Indonesia sudah berada pada jalur pertumbuhan yang kuat untuk mencapai target tersebut. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis ekonomi digital Indonesia bisa tembus 330 miliar dolar AS atau sekitar Rp 5.148 triliun (kurs Rp 15.600) pada 2030. Optimisme tersebut seiring meningkatnya permintaan serta perkembangan inovasi layanan dan produk keuangan digital pascapandemi.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia berada pada jalur pertumbuhan yang kuat untuk mencapai target. Menurutnya, hingga saat ini nilai ekonomi digital Indonesia telah mencapai lebih dari 70 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 1.092 triliun, tertinggi di antara negara-negara di kawasan regional ASEAN.

Baca Juga

“Untuk mencapai target itu, pemerintah bersama Bank Indonesia dan OJK senantiasa melakukan koordinasi dan kerja sama memastikan bahwa kebijakan dan layanan yang kita buat dapat mendukung perusahaan dan startup,” kata Mahendra dalam acara Indonesia Fintech Summit 2022 di Bali, Kamis (10/11/2022).

Mahendra melihat, kemajuan teknologi yang juga diakselerasi oleh pandemi covid-19 telah mengubah aktivitas bisnis. Masyarakat pun kini sangat mengandalkan layanan dan produk berbasis digital. Seiring permintaan yang tinggi, lembaga keuangan melakukan penyesuaian dengan bertransformasi serta mengembangkan produk dan layanan baru.

Perkembangan di dalam sektor keuangan juga terlihat melalui berbagai inovasi berbasis blockchain. Meski beberapa diantaranya bukanlah produk finansial, menurut Mahendra inovasi ini bisa dimanfaatkan untuk menyediakan layanan keuangan. Regulator oun dituntut untuk membuat peraturan yang sesuai demi mengikuti dinamika inovasi tersebut.

Di sisi lain, Mahendra mengakui perkembangan ekonomi digital masih menghadapi sejumlah tantangan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi lebih rendah serta laju inflasi yang pesat secara global karena faktor komoditas energi dan tingginya biaya produksi telah menciptakan kondisi stagflasi yang lebih menantang, sehingga berisiko mengganggu stabilitas keuangan.

Merespons situasi ini, berbagai bank sentral di dunia memperketat kebijakan moneter yang memicu tekanan pada nilai tukar dan suku bunga terutama di negara-negara berkembang. Kondisi ini juga tentunya mengganggu perusahaan dan startup digital yang telah lama bergantung pada permodalan tanpa batas.

“Hasilnya, model bisnis dari startup dan perusahaan ini yang dulu hanya bergantung pada valuasi ekuitas kini harus berjuang dalam meningkatkan keuntungan dan melakukan efisiensi,” jelas Mahendra.

Meski demikian, Mahendra optimistis para pelaku di sektor ekonomi digital terutama startup fintech masih dapat menjaga pertumbuhan didukung fundamental perekonomian dalam negeri yang kuat. Di tengah perlambatan ekonomi global, ekonomi Indonesia tumbuh dengan sangat kuat sebesar 5,72 persen YoY pada kuartal III 2022.

Saat ini, Mahendra mengatakan, Indonesia sedang proaktif mempersiapkan diri dari dampak terburuk perlambatan ekonomi global. Pemerintah memiliki keyakinan bahwa ekonomi dapat tumbuh kuat pada tahun depan dan tahun-tahun selanjutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement