Senin 17 Oct 2022 20:46 WIB

Erick Optimistis Indonesia Jadi Negara Ekonomi Keempat Terbesar Dunia pada 2045

Erick optimistis karena Indonesia miliki empat kekuatan yang jadi fondasi utama

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir optimistis Indonesia dapat menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2045. Erick mengungkapkan alasan di balik keyakinannya tersebut saat diskusi panel bersama Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dalam acara SOE International Conference di Nusa Dua, Kabupaten Bali, Senin (17/10).
Foto: ANTARA/Budi Candra Setya
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir optimistis Indonesia dapat menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2045. Erick mengungkapkan alasan di balik keyakinannya tersebut saat diskusi panel bersama Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dalam acara SOE International Conference di Nusa Dua, Kabupaten Bali, Senin (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir optimistis Indonesia dapat menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2045. Erick mengungkapkan alasan di balik keyakinannya tersebut saat diskusi panel bersama Mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dalam acara SOE International Conference di Nusa Dua, Kabupaten Bali, Senin (17/10).

"Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil bahkan di tengah pandemi Covid-19 meyakinkan saya bahwa kita bisa mewujudkan proyeksi menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2045," ujar Erick.

Erick menyebut Indonesia memiliki empat kekuatan yang menjadi fondasi utama dalam sumber pertumbuhan ekonomi baru yaitu hilirisasi sumber daya alam (SDA), pertanian, ekonomi digital, dan industri kreatif.

Dia menyampaikan hilirisasi SDA sangat mendasar untuk mendorong industrialisasi dan penciptaan lapangan kerja. Melalui hilirisasi, Indonesia dapat mengoptimalkan SDA untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menjadi bagian dari rantai pasokan global.

Erick mengambil dua contoh potensi industri hilirisasi yakni minyak sawit dan nikel. Ia menyebut minyak sawit memiliki 80 produk turunan potensial yang tidak hanya diolah menjadi minyak goreng, tetapi juga menjadi berbagai bahan seperti kue dan coklat serta kosmetik.

"Kami terus berinovasi, tidak hanya menjual minyak sawit mentah. Lalu ada Nikel dengan 17 produk turunan potensial. Bisa diolah menjadi stainless steel, baling-baling turbin untuk mesin pesawat, bahkan baterai listrik yang bisa digunakan di rumah tangga, otomotif, pertanian, dan masih banyak lagi," ucap Erick.

Poin kedua ialah sektor pertanian dan perikanan Indonesia yang dapat menjadi lumbung pangan dunia dan regional. Sebagai negara agraris, ucap Erick, Indonesia memimpin dalam ekspor komoditas pangan seperti sayuran, buah-buahan, dan rempah-rempah. Sementara di kelautan dan akuakultur, Indonesia bisa memberi makan dunia dengan ikan segar, kepiting, udang dan banyak komoditas air lainnya.

"Kami akan memperkuat sektor pertanian untuk berpartisipasi dalam memberi makan 345 juta orang dengan kelaparan akut di dunia pada 2022. Kami berkomitmen untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan gizi, dan mempromosikan pertanian berkelanjutan," lanjutnya.

Fondasi berikutnya ialah sektor ekonomi digital. Erick mengatakan Indonesia sedang mengalami bonus demografi dengan 54 persen penduduknya berusia muda. Menurut Erick, generasi Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang sangat besar.

"Kontribusi ekonomi figital Indonesia diproyeksikan sebesar Rp 4.531 triliun atau 292,85 miliar dolar AS pada 2030 yang merupakan terbesar di Asia Tenggara. Saat ini, Indonesia berada di antara enam pusat start-up terbesar di dunia setelah AS, India, Inggris, Kanada, dan Australia dengan 2.321 perusahaan start-up dan menjadi yang teratas di Asia Tenggara," ucap dia.

Sektor lain yang tidak kalah penting sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi Indonesia ialah industri kreatif. Saat ini, lanjut Erick, ekonomi kreatif merupakan salah satu sektor penyumbang terbesar bagi nasional produk domestik bruto (PDB) dengan nilai kontribusi 7,8 persen.

"Jika Korea Selatan berhasil mengembangkan budaya popnya, saya yakin Indonesia juga bisa. Ekonomi kreatif Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan," lanjut Erick.

Erick menyampaikan industri fashion adalah salah satu kontributor utama pertumbuhan kreatif, yang mana sektor ini menguasai 17 persen ekonomi kreatif di Indonesia. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas muslim, busana muslim juga memiliki banyak potensi untuk dikembangkan.

Selain itu, dia sampaikan, preferensi masyarakat untuk menonton film lokal juga meningkat dibandingkan film Hollywood. Terbukti dengan jumlah penonton film nasional yang mencapai 41,8 juta penonton dari 67 film Indonesia per 30 September 2022.

"Jika industri perfilman kita bisa menguasai pasar domestik, saya yakin dalam waktu dekat kita bisa go internasional," ujarnya.

Terakhir, ucap Erick, ada industri musik juga berpotensi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi kreatif dengan kontribusi sebesar Rp 4,8 triliun terhadap PDB nasional pada 2019."Pesatnya pertumbuhan di sektor ini juga didukung meningkatnya adopsi masyarakat terhadap teknologi platform digital," kata Erick.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement