REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Merger PT Pelabuhan Indonesia (Persero) sejak 1 Oktober 2022 pada 1 Oktober 2021 disebut mampu memberikan penghematan bagi perusahaan. Salah satu penghematan didapat dari optimalisasi aset yang dilakukan oleh subholding PT Pelindo Terminal Petikemas (SPTP). Selama setahun, penghematan dari optimalisasi aset disebut sedikitnya mencapai Rp 500 miliar.
“Optimalisasi aset ini dilakukan untuk mendukung standardisasi terminal peti kemas dengan cara memenuhi kebutuhan minimum peralatan, ketimbang jika harus melakukan pembelian baru melalui pengadaan yang membutuhkan biaya besar dan waktu yang tidak sedikit,” kata Corporate Secretary SPTP Widyawendra dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (6/10/2022).
Widyawendra mengatakan, nilai penghematan tersebut didapat dari sejumlah relokasi peralatan yang dilakukan oleh perseroan. Menurutnya, relokasi peralatan pendukung kepelabuhanan dilakukan oleh SPTP untuk memenuhi kebutuhan minimal peralatan di terminal peti kemas yang membutuhkan.
“Hingga September 2022, sedikitnya SPTP telah merelokasi tiga unit alat angkat peti kemas di atas dermaga atau quay container crane (QCC), empat unit alat angkat peti kemas di lapangan penumpukan atau rubber tyred gantry (RTG),” tutur Widyawendra.
Dia menjelaskan, nilai baru alat jenis QCC berkisar antara Rp 140 milliar hingga Rp 160 milliar per unit. Sementara untuk jenis RTG berkisar antara Rp 40 milliar hingga Rp 50 milliar.
Sementara itu, jumlah aset yang dioptimalkan oleh Pelindo Terminal Petikemas hingga 2025 mencapai 99 peralatan. Lalu selanjutnya akan direlokasi ke sejumlah terminal peti kemas di seluruh wilayah kerja perusahaan.
Widyawendra menambahkan, selain QCC dan RTG juga ada alat angkat dan angkut peti kemas lainnya yang akan dioptimalkan. “Tentunya disesuaikan dengan terminal yang akan dituju terutama infrastruktur seperti dermaga dan lapangan penumpukan,” ucap Widyawendra.
Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi mengatakan saat ini terdapat ketimpangan antara terminal peti kemas di wilayah barat dengan wilayah timur di Indonesia. Siswanto menyebut sejumlah terminal peti kemas belum didukung dengan peralatan yang memadai.
“Akibatnya, kinerja bongkar muat di sejumlah terminal masih belum maksimal,” tutur Siswanto.
Siswanto mengapresiasi langkah Pelindo untuk melakukan relokasi sejumlah peralatan utama dan pendukung kegiatan terminal peti kemas. Menurut Siswanto, selain sejumlah program perbaikan dan peningkatan kompetensi petugas operasional, peralatan juga menjadi hal penting dalam meningkatkan kinerja terminal peti kemas.
“Dengan kinerja bongkat muat yang baik, maka waktu kapal berada di terminal peti kemas (port stay) menjadi lebih cepat, sehingga mereka dapat segera berlayar dan diharapkan dapat menambah jumlah kunjungan kapal (turn round voyage),” ungkap Siswanto.
PT Pelindo Terminal Petikemas merupakan bagian dari group PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo yang berperan sebagai subholding pengelola bisnis peti kemas. Perseroan dibentuk pascaintegrasi Pelindo yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2021.
Saat ini PT Pelindo Terminal Petikemas mengelola 27 terminal peti kemas uang terdiri dari 15 terminal yang sebelumnya merupakan cabang Pelindo seperti TPK Belawan, TPK Perawang, TPK Semarang, TPK Nilam (Surabaya), TPK Banjarmasin. Selanjutnya TPK Tarakan, TPK Pantoloan, TPK Bitung, TPK Kendari, Makassar New Port, TPK Makassar, TPK Kupang, TPK Ambon, TPK Sorong dan TPK Jayapura.
Dua belas terminal lainnya merupakan terminal yang dioperasikan oleh anak perusahaan yakni PT Terminal Petikemas Surabaya (1 terminal), PT Berlian Jasa Terminal Indonesia (1 terminal), PT IPC Terminal Peti Kemas (6 terminal), PT Terminal Teluk Lamong (1 terminal), PT Kaltim Kariangau Terminal (1 terminal), PT Prima Multi Terminal (1 terminal), dan PT Prima Terminal Petikemas (1 terminal).