REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dipastikan akan menguatkan perbankan syariah.
Salah satunya dengan membuat ketentuan spin off bagi Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi lebih moderat.
Anggota Komisi XI DPR RI, Ela Siti Nuryamah, mengatakan harus diakui jika ketentuan UUS perbankan untuk memisahkan diri dari induknya atau spin-off mengikuti aturan yang dibuat regulator masih menghantui pelaku industri perbankan.
“Maka kami di parlemen menangkap kegelisahan ini dan mencoba mencari jalan tenganya agar tidak malah kontraproduktif dalam pengembangan industri keuangan syariah di Tanah Air,” ujar Ela saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk Menata Ekosistem Perbankan Syariah di Indonesia : Diseminasi Terhadap RUU PPSK, di Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Selain Ela Siti Nuryamah, hadir sebagai narasumber Teguh Supangkat (Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK), Herwin Bustaman (Sekjen APSINDO), dan Eko Supriyanto (Pimred Infobank). Diskusi ini juga dihadiri sejumlah praktisi dan pelaku usaha syariah di Indonesia.
Ela mengungkapkan dari masukan dari berbagai kalangan mayoritas fraksi di DPR sepakat jika ketentuan spin off UUS perbankan diserahkan kepada pelaku usaha.
Regulator nantinya hanya menetapkan ketentuan-ketentuan umum seperti kecukupan modal minimal, kecukupan total aset, tren tingkat kesehatan UUS, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis, memiliki kesiapan teknologi dan sumber daya manusia, hingga memiliki kerja sama yang baik dengan induk usahanya.
“Dengan demikian di satu sisi regulator mempunyai acuan lebih objektif untuk memaksa UUS dalam melakukan spin off, di sisi lain pelaku usaha juga tidak dibatasi ketentuan waktu yang bisa saja sangat subjetif dan tidak mencerminkan objektifitas fakta di lapangan,” katanya.
Ela menegaskan jika sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dalam pengembangan ekonomi syariah khususnya perbankan syariah.
Hanya saja faktanya perkembangan perbankan syariah di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain seperti negara jiran Malaysia. “Tentu fakta ini menjadi perhatian kita semua, karena sangat disayangkan begitu besar potensi perkembangan perbankan syariah tetapi tidak bisa dimanfaatkan,” katanya.
Politisi PKB ini mengungkapkan jika ada beberapa kendala pengembangan syariah di Indonesia. Di antaranya masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah dimasyarakat yakni masih diangka 8,9 persen, diferensiasi produk yang belum mampu bersaing, jangkauan layanan yang belum luas dan kemudahan akses yang belum optimal, persiangan pasar yang ketat, serta transformasi digital yang belum maksimal.
“Dengan berbagai kendala yang ada maka dukungan regulasi yang ada harusnya fokus dalam memecahkan kendala bukan malah menjadi beban bagi pengembangan usaha syariah di Indonesia, termasuk dalam ketentuan spin off,” kata dia.