REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan untuk mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi membutuhkan konektivitas transportasi yang terintegrasi. Khususnya transportasi terintegrasi darat, laut, dan udara untuk melancarkan mobilitas dan distribusi logistik serta mengurangi kesenjangan ekonomi khususnya di wilayah Terdepan, Terpencil, Terluar dan Perbatasan (3TP).
"Jika ini bisa dilakukan secara maksimal, diharapkan industri transportasi domestik akan semakin bergairah dan juga mampu mendongkrak perekonomian khususnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) di seluruh pelosok Indonesia,” kata Denon dalam Webinar Merajut Konektifitas Transportasi Intermoda dan Peningkatan Daya Saing, Jumat (16/9/2022).
Denon menjelaskan hal tersebut juga sekaligus untuk mendukung sektor pariwisata. Khususnya dalam menggarap potensi wisatawan nusantara yang jumlahnya sangat signifikan sekitar 500 juta orang atau secara nilai sekitar Rp 500 miliar per tahun.
Dia menambahakan, dalam memperkuat konektivitas maka sektor penerbangan masih perlu dikembangkan. “Khususnya penerbangan perintis atau feeder antar daerah, pengoperasian sea plane, dan pengembangan general aviation,” ujar Denon.
Denon yang juga sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perhubungan mengatakan juga diperlukan pengembangan angkutan laut. Khususnya melalui pelayaran rakyat untuk mengisi kebutuhan angkutan laut non peti kemas, armada keperintisan, dan armada perdagangan tradisional yang menjangkau daerah-daerah terpencil.
Sedangkan angkutan darat, lanjut Denon, juga bisa dilakukan dengan pengembangan layanan angkutan darat perintis. Khususnya melalui peningkatan mobilitas dan aktivitas masyarakat di wilayah 3TP, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
“Melalui peningkatan konektivitas antarmoda itu, pemulihan ekonomi Indonesia segera dapat tercipta," tutur Denon.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia M Arsjad Rasjid menjelaskan karakteristik geografi Indonesia menjadi tantangan untuk menjangkau daerah terpecil dan pelosok untuk optimalisasi ekonomi di Tanah Air. Arsjad tidak memungkiri hal tersebut dapat membuat biaya logistik Indonesia cukup tinggi yaitu 23 persen dari pada PDB.
“Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan Singapura delapam persen dan Malaysia 13 persen dari pada PDB negaranya,” ujar Arsjad.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, Arsjad mendorong mendorong agar sistim transportasi di Indonesia terintergrasi. Integrasi tersebut meliputi di pelabuhan, bandara, stasiun kereta, dan terminal bus.
“Intergarasi intermoda ini menjadi kunci dari daya saing industri," ucap Arsjad.
Selain itu, Arsjad juga mengungkapkan ada tiga hal yang membuat konektivitas intermoda menjadi sangat krusial. Pertama yakni efesiensi terutama bagi wistawan agar sampai di tempat tujuan, selain itu kecepatan diperlukan untuk rantai pasok pengiriman logistik.
Lalu kedua adalah biaya. “Jika biasa transportasi rendah maka biaya logistik akan dapat bisa di tekan sehingga Indonesia bisa bersaing dengan negara lain,” ungkap Arsjad.
Selanjutnya yang terakhir adalah aksesbilitas. Arsjad menuturkan lancaranua pengirim melalui rute dan jalur yang ada maka akan membuat rantai pasok logistik akan semakin mudah.
"Jika tiga hal tersebut bisa kita atasi maka kami yakin maka kegiatan ekspor dan impor di Tanah Air menjadi mudah sehingga dapat membantu usaha UMKM di Tanah Air bisa bersaing di pasar global," jelas Arsjad.