REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) menyatakan pasokan pangan pokok secara nasional saat ini dalam kondisi surplus. Pemerintah memastikan kecukupan stok pangan untuk masyarakat hingga akhir tahun, baik dari produksi lokal maupun impor.
Kepala NFA, Arief Praseetyo Adi, menuturkan, hingga akhir Desember 2022 komoditas yang mengalami surplus antara lain beras sebanyak 7,5 juta ton, jagung 2,8 juta ton, dan kedelai 250 ribu ton. Kemudian, bawang merah surplus 236 ribu ton, bawang putih 239 ribu ton, cabai besar 53 ribu ton, serta cabai rawit 72 ribu ton.
Begitu pula dengan daging ruminansia yang surplus 58 ribu ton, daging ayam ras 903 ribu ton, telur ayam ras 191 ribu ton, gula konsumsi 806 ribu ton, dan minyak goreng 716 ribu ton.
Dari sejumlah komoditas tersebut beberapa terjamin stoknya setelah dilakukan importasi, sepert kedelai, bawang putih, daging ruminansia, dan gula konsumsi. Meski demikian, pihaknya meminta semua agar tetap waspada.
"Saat ini tugas kita adalah memitigasi kondisi dunia yang tidak menentu agar di sisa tahun ini dan di tahun 2023 tidak gelap seperti yang diperkirakan,” ujarnya di Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Arief menjelaskan, krisis pangan yang terjadi secara global saat ini memiliki tingkatan tertentu. Suatu negara dikategorikan mengalami krisis pangan apabila sudah tidak bisa menjangkau makanan, tidak ada makanan yang tersedia, bahkan sampai kekurangan gizi dan mengalami gizi buruk.
“Kita bersyukur, saat ini Indonesia tidak mengalami hal tersebut. Ketersediaan pangan, berdasarkan perhitungan Neraca Pangan Nasional menunjukan bahwa pangan nasional dalam kondisi tersedia dan aman,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, mitigasi potensi krisisi pangan harus dimulai dari pendataan terkait stok awal, perkiraan produksi, serta angka kebutuhan atau konsumsi pangan, sehingga rencana anstisipasi dapat dilakukan lebih dini.
“Saat ini kami sudah rapihkan dan integrasikan data-data pangan tersebut, baik yang bersumber dari BPS, Kementerian Pertaniaan, Kementerian Perdagangan, serta Kemenko Perekonomian. Semua tertuang dalam Neraca Pangan Nasional yang setiap minggu kami laporkan perkembangannya kepada Presiden,” ujarnya.
Langkah selanjutnya adalah mendorong keanekaragaman konsumsi. Masyarakat, kata Arief, diharap jangan menggantungkan kebutuhan konsumsinya pada satu komoditas pokok saja. Pasalnya, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, ditambah setiap daerah memiliki kekhasan masing-masing, termasuk kekhasan dalam hal konsumsi makanan pokok.
“Penganekaragaman konsumsi akan terus kami kampanyekan, melalui gerakan konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman atau B2SA,” tururnya.
Arief mengajak masyarakat memanfaatkan tantangan krisis pangan ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan produksi pangan lokal. Di tengah terbatasnya produk impor, momentum ini menjadi kesempatan kita untuk memproduksi di dalam negeri dan melakukan substitusi, seperti yang dilakukan di Papua dan Maluku dengan pangan berbahan dasar sagu.
Di sisi lain, pembenahan rantai pasok serta ekosisitem pangan menjadi hal yang tidak boleh dilupakan. Arief menegaskan, untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan, setiap pihak yang terlibat di dalamnya harus mampu menjalankan perannya dengan baik.
Dalam aktivitas pangan ini, badan pangan membagi menjadi beberapa level. Dari tahap penanaman dan budidaya, pasca panen logistik, pergudangan, dan distribusi. "Setiap proses harus dirinci siapa yang bertugas di sana. Masing-masing proses dibuat standanya, kemudian kita monitor sama-sama untuk memastikan semua pihak yang terlibat menjalankan tugasnya sesuai kriteria yang telah ditetapkan,” jelasnya.