REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan dibutuhkan biaya sekitar Rp 300 triliun untuk membereskan masalah perlintasan sebidang kereta api. Upaya yang bisa dilakukan adalah dengan pembangunan flyover atau underpass sebagai alternatif untuk mengurangi potensi kecelakaan.
Hitungan tersebut berdasarkan masih adanya sekitar 3.000 dari 4.000-an titik perlintasan kereta api sebidang yang kerap jadi titik kemacetan dan punya risiko kecelakaan. Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (14/9/2022), menjelaskan hitungan tersebut dengan asumsi satu flyover atau underpass membutuhkan biaya pembangunan sekitar Rp 150 miliar untuk jalan nasional.
"Kalau kita lihat sekarang, mungkin tidak semua underpass dan flyover itu butuh Rp 150 miliar, kalau bukan jalan nasional, tapi dengan 3.000 titik, artinya untuk menyelesaikan persimpangan tidak sebidang ini kita butuh Rp 300 triliun," katanya.
Hedy menjelaskan dari sekitar 3.000 titik perlintasan tersebut, jalur kereta api yang langsung melintas di jalan nasional mencapai 199 titik. Dari total 199 titik perlintasan tersebut, sebanyak 49 diantaranya sudah dibangun flyover atau underpass, sedangkansisa 150 titik lainnya diperkirakan membutuhkan anggaran sekitar Rp 22,5 triliun untuk dibangun flyover atau underpass.
"Kira-kira kalau satu flyover atau underpass di jalan nasional itu Rp 150 miliar, kita butuh hampir Rp 22,5 triliun," katanya.
Hal itu pun sesuai aturan yang mengacu pada UU Perkeretaapian, perpotongan antara jalur kereta api dan jalan harus dibuat tidak sebidang dengan membangun flyover atau underpass atau ditutup demi keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan.
"Jadi ini memang biaya yang sangat besar untuk memenuhi prinsip bahwa yang paling bagus itu adalah tidak sebidang sesuai amanat UU," katanya.