REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Net Zero Hub Kadin Indonesia M Yusrizki meminta dukungan regulasi kepada pemerintah untuk bisa turut mendorong transisi energi di sektor industri, khususnya terkait bidang ketenagalistrikan.
"Kami berharap ada opsi untuk membeli renewable energy (energi terbarukan), apakah power wheeling, apakah itu bisa direct investment, apakah itu dengan kita punya green tariff," kata Yusrizki.
Menurut Yusrizki, masih banyak kendala regulasi ketenagalistrikan bagi industri untuk bisa mendorong pengembangan EBT di dalam negeri. Padahal upaya dekarbonisasi kelistrikan dilakukan sebagai tanggung jawab dunia usaha untuk mendukung pencapaian net zero emission pada 2060 atau lebih awal.
Di sisi lain, industri juga punya tantangan tersendiri untuk bisa mendorong transisi energi lantaran sektor tersebut masih didominasi oleh penggunaan energi fosil dalam operasionalnya. Ia menyebut hanya sekitar 23 persen industri yang menggunakan energi dari listrik.
Sementara sisanya, yakni sekitar 76 persen industri masih menggunakan energi dari batu bara dan bahan bakar minyak (BBM). "Hanya sekitar 23 persen industri yang menggunakan listrik sebagai energinya. Sebanyak 76 persennya masih gunakan energi dari coal (batu bara) dan petroleum (BBM)," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan tantangan terberat saat ini adalah bagaimana melakukan dekarbonisasi di industri kendati penggunaan listrik di industri yang tidak besar. "Tantangan terbesar saat ini adalah upaya dekarbonisasi di industri. Makanya ada pemikiran bagaimana mendorong hidrogen untuk produksi, nanti teman industri bisa lihat kalau harganya sekian, mungkin bisa geser dari gas, fuel, jadi bisa gunakan hidrogen. Atau mungkin bisa juga mereka tetap pakai fosil, tapi emisinya diserap sendiri di belakang, di-capture," kata Dadan.
Menurut Dadan, hal itu memungkinkan karena teknologinya yang sudah tersedia dan sudah diujicoba di sektor migas. Namun, skema tersebut akan cukup berdampak secara ekonomi, utamanya bagi sektor industri, sehingga belum jadi opsi dalam upaya dekarbonisasi.Dadan pun memastikan pemerintah akan mengambil langkah cepat untuk bisa mendukung upaya dekarbonisasi oleh sektor industri. Ia juga mengakui, lambatnya dukungan pemerintah bisa menyebabkan investor hengkang dan memilih negara lain untuk berinvestasi.
"Bisnis kan tidak kenal lokasi ya, tapi itu akan jadi pukulan berat buat Indonesia. Kita butuh investasi sebagai back bone pertumbuhan ekonomi kita. Kami akan sama-sama mewujudkan, menyusun regulasi sehingga ada percepatan dekarbonisasi," pungkas Dadan.