REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyampaikan, kinerja ekspor sawit sepanjang Mei lalu mengalami penurunan yang dalam dan penumpukan pasokan di dalam negeri. Kinerja itu dipengaruhi oleh kebijakan larangan ekspor yang berlaku pada 28 April - 23 Mei 2022.
Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono, mengatakan, kebijakan larangan ekspor tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap pencapaian ekspor tetapi juga terhadap produksi. Secara agronomis, produksi TBS tanaman meningkat, tetapi secara industri, produksi minyak sawit mentah atau CPO tercatat 18 persen lebih rendah dari produksi pada April.
"Beberapa perusahaan pun mulai membatasi panen dan pembelian TBS dari petani karena kapasitas tangki yang terbatas," kata Mukti dalam Siaran Pers Gapki, Jumat (15/7/2022).
Ekspor CPO pada Mei 2022 tercatat hanya 678 ribu ton atau turun 68 persen dari ekspor bulan April sebesar 2.089 ribu ton. Penurunan terbesar terjadi pada CPO dan olahan CPO. Sementara ekspor oleokimia pada bulan Mei sebesar 318 ribu ton, relatif sama dengan ekspor pada April yang sebesar 319 ribu ton.
Berdasarkan negara tujuan, dibandingkan dengan ekspor pada April, ekspor Indonesia bulan Mei ke China turun 28 peren, ke Amerika Serikat turun 32 persen, ke Filipina turun 52 persen, ke Rusia turun 64 persen, ke Uni Eropa turun 64 persen, ke Singapura turun 67 persen, sedangkan ke India turun 80 persen, ke Pakistan turun 90 persen, dan ke Bangladesh turun 98 persen.
Lebih lanjut, harga CPO Cif Rotterdam bulan Mei sebesar 1.714 dolar AS per ton mengalami penurunan dibandingkan harga pada April sebesar 1.719 dolar AS per ton. Demikian juga dengan harga tender dalam negeri yang turun dari 1.144,7 dolar AS pada April menjadi 936 dolar AS pada Mei.
"Harga CPO yang turun menyebabkan penurunan harga TBS yang diterima oleh petani," kata Mukti.
Adapun untuk konsumsi minyak sawit dalam negeri bulan Mei mencapai 1.610 ribu ton, lebih rendah 8 persen dari konsumsi bulan April. Untuk keperluan pangan, konsumsi minyak sawit naik dari 812 ribu ton pada bulan April, menjadi 837 ribu ton pada bulan Mei atau tumbuh 3 persen.
Sementara untuk keperluan biodiesel, konsumsi bulan Mei sebesar 590 ribu ton atau 22 persen lebih rendah dari konsumsi bulan April yaitu sebesar 755 ribu ton.
"Kinerja ekspor yang menurun menyebabkan kenaikan stok akhir dari 6,1 juta ton pada bulan April menjadi 7,2 juta ton pada bulan Mei," ujar dia.