Jumat 15 Jul 2022 09:44 WIB

Buka FMCBG, Sri Mulyani Janji Dorong Konsensus Bersama

Menkeu Sri Mulyani berharap ada langkah konkret dalam pembahasan FMCBG

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Indonesia mendorong pembahasan langkah konkret yang dapat langsung diimplementasikan dalam merespons tantangan krisis saat ini. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani saat membuka Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 mengatakan seluruh dunia mengandalkan kolaborasi G20 untuk menghentikan krisis global.
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
Indonesia mendorong pembahasan langkah konkret yang dapat langsung diimplementasikan dalam merespons tantangan krisis saat ini. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani saat membuka Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 mengatakan seluruh dunia mengandalkan kolaborasi G20 untuk menghentikan krisis global.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Indonesia mendorong pembahasan langkah konkret yang dapat langsung diimplementasikan dalam merespons tantangan krisis saat ini. Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani saat membuka Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 mengatakan seluruh dunia mengandalkan kolaborasi G20 untuk menghentikan krisis global.

"Kita harap bisa mencapai konsensus untuk dikerjakan bersama sebagai upaya menyelamatkan ekonomi dunia, G20 harus terus menunjukkan peran kuat dan signifikan sebagai forum besar yang berkontribusi tinggi pada ekonomi global," katanya dalam pembukaan pertemuan Finance Minister Central Bank Governor (FMCBG), Jumat (15/7).

Agenda pertama yang dibahas pada sesi awal adalah perkembangan ekonomi dunia. Sri menyebut dunia sedang menghadapi krisis energi dan pangan yang menjadi tantangan signifikan di sisi moneter dan fiskal dalam beberapa waktu belakangan.

Bank dunia memperkirakan harga minyak mentah naik 350 persen dalam dua tahun sejak April 2020. Peningkatan tersebut adalah yang terbesar untuk periode dua tahun sejak 1970-an.

Pada bulan Juni 2022, harga gas alam di Eropa meningkat hingga sebesar 60 persen hanya dalam dua minggu. Ini membawa dampak ekonomi tapi juga politik yang besar di Sri Lanka, Ghana, Peru, Ekuador dan di tempat lainnya.  

"Saya pikir kita semua ingat di awal pandemi di bulan April 2020, ada dua hari dimana semua harga nol bahkan negatif dan sekarang kita menghadapi situasi ekstrem yang sangat berbeda," kata Sri.

Ia menyebut saat ini dunia berada di tengah krisis energi yang sangat mengancam pemulihan ekonomi akibat pandemi. Kenaikan harga komoditas dan perang memperburuk lonjakan inflasi global, dan meningkatkan ketidakstabilan sosial lebih lanjut.

"Kita bisa melihat penurunan lebih lanjut standar hidup masyarakat, terutama untuk rumah tangga miskin dan rentan," katanya.

Negara-negara pengimpor komoditas berpenghasilan rendah kemungkinan besar akan terkena dampaknya. Ini dapat menyebabkan kerusuhan sosial dan politik lebih lanjut.

Ia berjanji untuk terus memberikan update dari setiap agenda dalam pertemuan dan mengerahkan segala sumber daya untuk menghasilkan konsensus bersama. Ia mendorong para delegasi memiliki semangat kolaborasi yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement