REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) merilis laporan bertajuk Crisis Response Group bulan lalu. Adapun laporan itu mengumumkan lebih dari separuh negara termiskin di dunia terlilit utang dan berisiko tinggi dalam kesulitan dan bangkrut seperti Sri Lanka.
Mengutip AP Senin (11/7/2022), krisis di negara itu terjadi karena korupsi, perang saudara, kudeta, dan bencana lainnya. Berikut daftar sembilan negara yang kondisi ekonomi terpuruk antara lain:
1. Afghanistan
Afghanistan mengalami krisis ekonomi mengerikan sejak Taliban mengambil alih pemerintahan mereka dari tangan AS dan sekutunya tahun lalu. Bantuan asing yang menjadi andalan praktis berhenti dalam semalam dan Afghanistan terkena sanksi, seperti layanan transfer bank yang terhenti yang melumpuhkan sektor perdagangan.
Separuh dari 39 juta penduduk negara itu menghadapi kerawanan pangan yang mengancam banyak jiwa. Sementara, PNS, dokter, perawat, guru tidak mendapatkan gaji selama berbulan-bulan.
Gempa bumi yang terjadi baru-baru ini pun merenggut lebih dari seribu orang yang menambah kesengsaraan Afghanistan.
2. Argentina
Sekitar empat dari 10 orang Argentina menjadi orang termiskin. Bahkan, jutaan orang bertahan hidup dari dapur umum lewat program kesejahteraan dan bantuan sosial. Kejatuhan ekonomi Argentina terjadi setelah bank sentral negara kehabisan cadangan devisa karena pelemahan mata uang peso Argentina. Diproyeksikan, inflasi tahun ini mencapai lebih dari 70 persen.
3. Mesir
Inflasi Mesir melonjak hampir 15 persen pada April 2022 yang mengakibatkan sepertiga dari 103 juta penduduknya hidup dalam kemiskinan. Masyarakat Mesir sudah menderita karena program reformasi ambisius pemerintahnya membuat mata uang mereka mengambang dan memangkas subsidi bahan bakar, air, hingga listrik.
Kemudian kebijakan bank sentralnya yang menaikkan suku bunga demi mengekang laju inflasi telah menjebak pemerintahnya kesulitan membayar utang luar negeri yang menumpuk.
4. Laos
Negara kecil yang terkurung daratan di Asia Tenggara ini sebetulnya mencatat pertumbuhan ekonomi tercepat sebelum pandemi Covid-19 melanda. Tetapi, sejak pandemi, utangnya melompat persis seperti yang dialami Sri Lanka. Kemudian, Laos juga terpaksa mengemis restrukturisasi utang bernilai miliaran dolar AS.
Masalah semakin pelik karena menurut Bank Dunia, cadangan devisa Laos tersisa hanya kurang dari dua bulan impor. Mata uangnya pun jatuh 30 persen yang memperburuk kesengsaraan negara itu.
5. Lebanon
Lebanon juga menderita karena mata uangnya jatuh hingga 90 persen. Belum lagi, lonjakan inflasi, yang berakibat pada krisis pangan dan krisis energi. Lebanon menderita krisis ekonomi akibat perang saudara yang panjang, yang menghambat pemulihan negaranya dan disfungsi pemerintah, serta serangan teror.
Lebih parahnya, Lebanon gagal membayar utang mereka senilai 90 miliar dolar AS. Rasio utangnya pun meningkat 170 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Bank Dunia mengatakan krisis ekonomi Lebanon menempati peringkat salah satu yang terburuk di dunia dalam lebih dari 150 tahun.
6. Myanmar
Pandemi covid-19 dan ketidakstabilan politik menghantam ekonomi Myanmar, terutama setelah aksi kudeta militer pada Februari 2021 terhadap pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi. Myanmar pun dihujani sanksi dari negara Barat, seperti penarikan bisnis secara besar-besaran.
Ekonomi Myanmar terkontraksi minus 18 persen pada tahun lalu dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini. Lebih dari 700 ribu orang melarikan diri atau diusir dari rumah mereka karena konflik bersenjata dan kekerasan politik yang terjadi.
Situasi di Myanmar semakin tak terkendali. Bahkan, Bank Dunia tak mengeluarkan proyeksi Myanmar pada 2022-2024.
7. Pakistan
Pakistan terancam krisis ekonomi usai lonjakan harga minyak mentah yang membuat kenaikan harga bahan bakar dan harga-harga lainnya. Inflasinya pun melompat jauh lebih dari 21 persen. Mata uang rupee Pakistan pun merosot 30 persen terhadap dolar AS pada tahun lalu dan cadangan devisanya turun menjadi hanya 13,5 miliar dolar AS atau setara dua bulan impor.
Saat ini, Pakistan tengah meminta bantuan IMF untuk mencairkan dana talangan 60 miliar dolar AS. "Risiko ekonomi makro Pakistan sangat condong ke bawah," tulis Bank Dunia memperingatkan.
8. Zimbabwe
Zimbabwe pernah menyandang status hiperinflasi pada 2008 ketika inflasinya mencapai 500 miliar persen. Kekhawatiran ini meningkat karena inflasi saat ini sudah menyentuh 130 persen.
Masalah ekonomi Zimbabwe sudah menahun dan semakin parah karena korupsi, rendahnya investasi yang masuk, dan tumpukan utang. Ironisnya, warga Zimbabwe tidak mempercayai mata uang negara mereka sendiri dan memilih menyimpan uang dalam bentuk dolar AS.
9. Turki
Turki terjebak dalam krisis setelah inflasi mencapai lebih dari 60 persen. Mata uang lira Turki pun jatuh ke posisi terendah sepanjang masa terhadap euro dan dolar AS sejak tahun lalu.
Kebijakan pemangkasan pajak dan subsidi bahan bakar untuk meredam lonjakan inflasi yang diambil Pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan gagal membawa Turki keluar dari krisis. Sementara, utang luar negeri Turki sudah menembus 54 persen dari PDB negaranya, tingkat yang cukup mengkhawatirkan mengingat utang pemerintahan mendominasi.