Jumat 08 Jul 2022 14:44 WIB

Kemenkeu: Indonesia Butuh Dana Rp 6.500 Triliun untuk Bangun Infrastruktur

Kemenkeu menyebut investasi infrastruktur umumnya jangka panjang

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman.
Foto: Dok Kemenkeu
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menyebut Indonesia membutuhkan dana sebesar Rp 6.500 triliun untuk membangun infrastruktur sampai 2024. Dari kebutuhan dana tersebut, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya bisa memenuhi 42 persen, sedangkan sisanya akan berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan sektor swasta.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan investasi infrastruktur merupakan investasi jangka panjang, sehingga harus ada kepastian di dalam proyek yang diinvestasikan.

"Maka dari itu pembiayaan adalah salah satu cara menekan biaya tersebut. Bagaimana kami bisa mendesain pembiayaan sedemikian rupa," ujarnya saat konferensi pers, Jumat (8/7/2022).

Menurutnya saat ini pemerintah mengundang pembiayaan dari sektor swasta. Hal tersebut seiring dengan pembahasan dalam Presidensi G20 di Indonesia yakni meningkatkan partisipasi sektor swasta, lantaran pemerintah tidak bisa menanggung seluruh biaya pembangunan sendirian.

Maka itu, pihaknya berupaya memberi kepastian dengan mengelola risiko yang ada agar investor, terutama di dalam negeri, berminat untuk menanamkan modal mereka pada suatu proyek infrastruktur.

"Kami mendesain sedemikian rupa risiko ini, bagaimana bisa kami perkecil karena itu terasosiasi dengan harga yang harus kami bayar nantinya," ucapnya.

Dari sisi investor luar negeri, dia menuturkan calon penanam modal akan cenderung melihat kondisi politik hingga prospek ekonomi Indonesia sebelum memutuskan berinvestasi dalam suatu proyek infrastruktur di Tanah Air. Maka demikian, stabilitas kondisi politik dan perbaikan ekonomi domestik sangat penting guna menarik investasi dari luar negeri.

Sementara itu Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan Indonesia telah memiliki berbagai macam skema pembiayaan. Pembangunan infrastruktur tidak lagi mengandalkan public money, bahkan bisa mengorkestrasi sehingga pembangunan infrastruktur bisa menggunakan private capital.

“Sehingga, harus dipastikan para investor nyaman dengan struktur dan resiko dari pembiayaan dan pembangunan infrastruktur. Kalau zaman dulu-dulu, kalau membangun infrastruktur ya pakai uang pemerintah karena infrastruktur itu adalah barang publik, kalau barang publik itu berarti dia dibangun dengan uang publik. Sekarang kita sudah jauh sekali dari situ, kita sekarang sudah bikin terobosan yang bermacam-macam," ucapnya.

Dia meminta agar PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia dapat memikirkan ide baru mengenai penjaminan serta membuat risikonya lebih bisa diterima dan equitable risk agar pembangunan infrastruktur bisa terus berjalan.

"Harapan dari pemerintah ke PT PII luar biasa banyak dan inisiatif membuat jaringan universitas ini saya apresiasi. Terus lakukan dan disampaikan supaya pengetahuan antara pengambilan kebijakan the real policy making process dengan teman-teman yang ada di universitas yang mengembangkan pengetahuan dan mendorong terus advancing dan knowledge on infrastructure juga risk financing jadi lebih dekat," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement