Jumat 01 Jul 2022 16:51 WIB

Inflasi Indonesia Semakin Melonjak, Ekonom: Siapkan Mitigasi Pangan

Mitigasi pangan dinilai perlu agar harga bisa dikendalikan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang cabai melayani pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/7/2022).Laju inflasi tahunan Indonesia per Juni 2022 telah mencapai 4,35 persen atau lebih dari asumsi pemerintah 3 plus minus 1 persen. Ekonom menilai langkah mitigasi utama yang perlu disiapkan yakni di sektor pangan agar kenaikan harga bisa dikendalikan.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pedagang cabai melayani pembeli di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/7/2022).Laju inflasi tahunan Indonesia per Juni 2022 telah mencapai 4,35 persen atau lebih dari asumsi pemerintah 3 plus minus 1 persen. Ekonom menilai langkah mitigasi utama yang perlu disiapkan yakni di sektor pangan agar kenaikan harga bisa dikendalikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laju inflasi tahunan Indonesia per Juni 2022 telah mencapai 4,35 persen atau lebih dari asumsi pemerintah 3 plus minus 1 persen. Ekonom menilai langkah mitigasi utama yang perlu disiapkan yakni di sektor pangan agar kenaikan harga bisa dikendalikan.

"Di sisa waktu hingga akhir tahun ini ada potensi kenaikan harga pangan global dan potensi krisis pangan. Kalau ini tidak dimitigasi sedari dini, khawatir akan berdampak pada kenaikan inflasi sepanjang tahun," kata Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, kepada Republika.co.id, Jumat (1/7/2022).

Ia menilai, langkah subsidi yang sudah diberikan pemerintah untuk menekan kenaikan harga sudah tepat. Seperti pada komoditas kedelai di mana perajin mendapatkan subsidi harga Rp 1.000 per kg.

Namun, yang jauh lebih penting pemetaan kemampuan produksi pangan yang bisa diproduksi dalam negeri hingga akhir tahun ini. Pemerintah wajib mengambil langkah cepat jika memang permintaan terhadap komoditas pangan akan melampaui produksi.

"Apakah bisa dinaikkan produksinya atau alternatif lain seperti impor, tapi saya kira itu pilihan kedua," katanya.

Yusuf pun memproyeksi, laju inflasi hingga akhir tahun masih terdapat potensi kenaikan. Terutama disebabkan oleh faktor geopolitik perang Rusia-Ukraina yang berdampak pada kenaikan harga energi.

Naiknya harga energi lantas mengerek lonjakan harga pangan dampak negatifnya dirasakan oleh negara berkembang seperti Indonesia."Faktor geopolitik ini masih abu-abu, meski pemerintah sudah melakukan inisiasi langkah damai tapi saya lihat masih tetap abu-abu," katanya.

Deputi Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan, Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) telah menyurati seluruh kepala daerah untuk mengendalikan harga pangan yang laju inflasinya sudah 10,03 persen

Tingginya inflasi pangan utamanya disebabkan oleh kenaikan harga cabai rawit, cabai merah, dan bawang merah akibat musim hujan.

Berbagai langkah juga sudah dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan dalam jangka pendek. Hingga menggerakkan masyarakat ikut menanam komoditas pangan pokok. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menjaga kelancaran distribusi dengan subsidi ongkos kirim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement