REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah membutuhkan dana sebesar Rp 3.461 triliun untuk menangani masalah perubahan iklim. Hal ini mengingat Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi dalam rangka penanganan iklim melalui Nationally Determined Contribution (NDC).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Indonesia berkomitmen menurunkan emisi hingga 29 persen pada 2030 dengan usaha sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional. "Berapa dibutuhkan biaya untuk mencapai NDC tersebut? Berdasarkan estimasi, kita sampaikan bahwa kebutuhan total Rp 3.461 triliun, itu angka duit beneran," ujarnya dalam keterangan tulis, Rabu (29/6/2022).
Menurutnya sektor energi dan transportasi merupakan dua sektor yang memiliki kontribusi terbesar pendanaan tersebut sebesar Rp 3.307 triliun karena menyumbang emisi terbesar. Sementara sektor kehutanan dan lingkungan hidup memiliki porsi pendanaan yang kecil, meski kontribusi pengurangan emisinya besar.
"Kalau kita lihat kontribusi dari biaya ini, sektor kehutanan kecil tapi kontribusi (penurunan) CO2-nya besar. Jadi dalam hal ini sektor kehutanan itu hanya butuhkan Rp 77,8 triliun penurunan CO2 sebesar 497-692 juta ton dari sisi sektor kehutanan kalau menggunakan 21 persen atau 41 persen persen penurunan CO2," ucapnya.
Selain sektor energi dan transportasi, serta kehutanan dan lingkungan hidup, sektor lain yang juga punya kontribusi terhadap penurunan emisi adalah IPPU dengan kontribusi pendanaan terbesar ketiga sebesar Rp 40,77 triliun. Kemudian diikuti sektor limbah Rp30,34 triliun dan pertanian Rp5,18 triliun.
"Bandingkan sektor kedua (energi dan transportasi) untuk menurunkan CO2 sebesar 414 juta ton kita butuhkan Rp 3.300 triliun sendiri. Maka itu, strategi pendanaan kita tetap bisa membangun untuk menjadi negara maju namun biayanya berbeda-beda," ucapnya.