REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Mantan karyawan Tesla Inc mengajukan gugatan terhadap perusahaan mobil listrik asal Amerika Serikat (AS) itu karena melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Tuduhan yang diajukan di Pengadilan Distrik AS, Distrik Barat Texas tersebut melanggar Undang-undang federal karena perusahaan tidak memberikan pemberitahuan sebelumnya tentang pekerjaan tersebut.
Tindakan yang diajukan oleh John Lynch dan Daxton Hartsfield yang keduanya dipecat pada 10 Juni dan 15 Juni 2022 tersebut untuk menuntut keadilan gaji dan tunjangan. Khususnya selama periode pemberitahuan 60 hari.
Gugatan tersebut diajukan pada Ahad (19/6/2022) malam di Texas oleh dua pekerja. Karyawan tersebut mengatakan diberhentikan dari pabrik raksasa Tesla di Sparks, Nevada pada Juni 2022.
Berdasarkan gugatan itu, lebih dari 500 karyawan diberhentikan di pabrik Nevada. Karyawan menuduh perusahaan gagal mematuhi Undang-undang federal tentang PHK massal yang memerlukan periode pemberitahuan 60 hari sebelum pemutusan hubungan kerja.
"Tesla baru saja memberi tahu karyawan bahwa pemutusan hubungan kerja mereka akan segera berlaku," tulis laporan gugatan tersebut seperti dikutip dari Reuters, Selasa (21/6/2022).
Berdasarkan email yang diterima Reuters, CEO Tesla Elon Musk mengatakan pada awal bulan ini memiliki perasaan yang sangat buruk tentang ekonomi. Untuk itu Tesla memutuskan untuk memotong staf sekitar 10 persen.
Tesla yang belum mengomentari jumlah PHK, belum menanggapi permintaan komentar tentang gugatan tersebut. Sementara Musk pada Selasa (21/6/2022) menyebut gugatan hal tersebut sepele. “Jangan terlalu banyak membaca gugatan pre-emptive yang tidak memiliki kedudukan," katanya di Forum Ekonomi Qatar yang diselenggarakan oleh Bloomberg.
"Sepertinya segala sesuatu yang berhubungan dengan Tesla mendapat banyak klik, apakah itu sepele atau signifikan. Saya akan memasukkan gugatan yang anda maksud ke dalam kategori sepele."
Shannon Liss-Riordan, seorang pengacara yang mewakili para pekerja, mengatakan kepada Reuters bahwa dia merasa sangat prihatin bahwa orang terkaya di dunia menganggap hal tersebut sepele. Shannon mengatakan hal tersebut menunjukan perusahaannya tersebut secara terang-terangan melanggar Undang-undang perburuhan federal untuk melindungi pekerja.
"Sementara gaji dua bulan tentu saja tidak masalah baginya, itu sangat berarti bagi karyawan yang menjadikan perusahaannya seperti ini," tutur Shannon.