REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai semakin banyak masyarakat yang membantu pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) via penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi informasi atau yang disebut securities crowdfunding (SCF). Berdasarkan data OJK per 3 Juni 2022, jumlah pemodal SCF terus bertumbuh dan telah mencapai 111.351 pemodal, melonjak dibandingkan jumlah pemodal pada 2018 yang hanya mencapai 1.380 pemodal dan meningkat dibandingkan akhir 2021 yang mencapai 93.733 pemodal.
"Ini peningkatan yang luar biasa. Jadi artinya banyak sekali masyarakat yang berkeinginan membantu UMKM ini, namun mungkin selama ini belum ada medianya. Makanya OJK berinisiatif untuk menerbitkan ketentuan SCF," kata Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK Djustini Septiana saat diskusi dengan awak media secara daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (14/6/2022).
OJK telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat, terutama pelaku UMKM, untuk melakukan penggalangan dana melalui pasar modal antara lain melalui POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Securities Crowdfunding/SCF) sebagaimana diubah dengan POJK 16/POJK.04/2021.
Per Juni 2022, terdapat 10 penyelenggara atau platform yang telah berizin dari OJK. Jumlah itu meningkat 42,85 persen dari sebelumnya per 31 Desember 2021 hanya berjumlah tujuh platform.
Sepuluh platform tersebut antara lain PT Santara Daya Inspiratama (Santara) dengan total dana yang dihimpun Rp 147,85 miliar, PT Investasi Digital Nusantara (Bizhare) Rp 103,95 miliar, PT Crowddana Teknologi Indonusa (Crowddana) Rp 54,2 miliar, PT Numex Teknologi Indonesia (LandX) Rp 185,86 miliar, dan PT Dana Saham Bersama (Dana Saham) Rp 2 miliar.
Selanjutnya ada PT Shafiq Digital Indonesia (SHAFIQ) menghimpun dana mencapai Rp 12,26 miliar, PT Dana Investasi Bersama (FundEx) Rp 1,07 miliar, PT Likuid Jaya Pratama (Ekuid), PT LBS Urun Dana (LBS Urun Dana), dan PT Dana Rintis Indonesia (Udana).Jumlah penerbit atau UMKM yang menghimpun dana melalui SCF juga meningkat menjadi 237 perusahaan dari sebelumnya 195 perusahaan per 30 Desember 2021.
Sementara itu, total dana yang dihimpun juga mengalami peningkatan sebesar dari Rp 413,19 miliar pada akhir tahun lalu menjadi Rp 507,2 miliar. Pada awalnya, fintech crowdfunding diatur dalam POJK Nomor 37 tahun 2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi atau sering disebut Equity Crowdfunding (ECF).
Setelah dievaluasi oleh OJK, kegiatan ECF itu ternyata masih memiliki banyak keterbatasan, di antaranya jenis pelaku usaha harus berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan jenis efek yang dapat ditawarkan hanya berupa saham.Berkaca dari evaluasi, OJK memutuskan untuk mencabut POJK Nomor 37 tahun 2018 dan menggantinya dengan POJK Nomor 57 tahun 2020 untuk memperluas jenis pelaku usaha yang dapat terlibat, tidak hanya PT tapi CV, Firma, dan Koperasi.
Selain itu POJK 57 tersebut juga memperluas jenis efek yang dapat ditawarkan, dari hanya saham, kini bisa obligasi dan sukuk."Yang dimaksud dengan SCF ini yang diatur atau diberikan izin oleh OJK hanyalah penyelenggara penyedia platformnya, tapi untuk penerbitnya atau issuer atauinvestornya, mendaftarnya ke platformnya. Jadi yang OJK awasi adalah penyelenggaranya atau platformnya saja," ujar Djustini.