REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pilihan instrumen investasi cukup beragam dewasa ini. Hal itu seiring dengan perkembangan teknologi digital yang memudahkan pelaku pasar untuk mendapatkan informasi mengenai aset yang tepat untuk pengembangan dana.
Valuta asing (valas) atau foreign exchange (forex) menjadi salah satu aset yang dilirik banyak investor untuk terus dijadikan lahan pengembangan dana. Terlebih, belakangan muncul platform trading online untuk aset valas, salah satunya Binomo.
Senior Investment Analyst Infovesta Utama Edbert Suryajaya menjelaskan, investasi pada forex memang memiliki prospek yang cukup cerah. Sebab dalam instrumen ini investor mendapatkan potensi cuan yang lebih besar.
Terlebih forex memberikan fasilitas short selling yang menjadi jangkar bagi investor apabila merasa pasangan mata uang akan turun.
Konkretnya, apabila melakukan short selling terhadap pasangan mata uang, investor mengantisipasi bahwa harga dari valas tersebut akan mengalami depresiasi. Oleh karena itu, short selling merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari jatuhnya harga di pasar.
"Kalau berbicara prospek, forex selalu bagus. Kalau naik bisa untung, kalau turun bisa memanfaatkan mekanisme short selling," jelas Edbert dalam siaran di Jakarta, Selasa (7/6/2022).
Dia mengingatkan, investor pun perlu cermat dalam memilah pihak yang menjadi perantara perdagangan. Idealnya, investasi forex harus difasilitasi oleh perantara yang mendapatkan izin dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Perusahaan pialang berjangka yang mengantongi izin Bappebti juga telah terbukti mampu menjalankan bisnis dengan legal serta memberikan perlindungan investor. Kondisi berbeda terjadi pada mekanisme binary option seperti Binomo, yang tidak mengantongi izin dari otoritas terkait. Namun platform ini menjanjikan return yang cukup tinggi dan cenderung tidak masuk akal.
"Kalau bicara pialang yang di bawah Bappepbti tentu sudah dalam pengawasan dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan, sementara Binomo kan tidak jelas," ujar Edbert.