REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Transmisi inflasi imbas lonjakan harga gandum dunia di tengah eskalasi perang Rusia-Ukraina telah dirasakan oleh Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut, dampak inflasi itu sudah dirasakan pada perdagangan besar di level industri sebagai produsen.
Kepala BPS, Margo Yuwono, mengatakan, inflasi pada produk gandum sudah terlihat dari Indeks Harga Perdagangan Besar di sektor industri. Tepung terigu dan mie kering instan, yang merupakan produk turunan gandum, menyumbang inflasi pada harga perdagangan besar (HPB) 0,01 persen.
Di sektor pertanian, komoditas telur ayam ras pun telah menyumbang inflasi HPB sebesar 0,05 persen. Margo mengatakan, telur ayam ras mengalami kenaikan harga karena naiknya harga pakan. Di mana, pakan ternak unggas juga menggunakan gandum impor selain jagung.
"Ini bisa dikatakan sebagai respons kenaikan harga global yang meningkat, jadi perkembangan harga global sudah merembet ke kita tapi masa pada level perdagangan besar," kata Margo dalam konferensi pers, Kamis (2/6/2022).
Lebih lanjut, Margo mengatakan, untuk dampak kenaikan harga gandum kepada konsumen masih cukup kecil. BPS Mencatat, andil gandum terhadap inflasi harga konsumen masih kecil, yakni hanya 0,0008 persen.
"Jadi transmisi ke domestik (harga konsumen) sudah mulai terasa tapi belum terlalu tinggi," kata Margo.
Kendati demikian, pihaknya meminta pemerintah untuk dapat lebih waspada terhadap kenaikan sejumlah harga komoditas pangan. Terlebih di tengah perang Rusia-Ukraina yang masih belum usai.
Kewaspadaan terutama harus tertuju pada produk-produk industri yang menggunakan bahan baku impor.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga gandum di bulan April sudah mencapai 495,3 dolar AS per metrik ton, naik 1,85 persen month to month (mtm) dibandingkan Maret 2022.
Sementara harga komoditas serealia lainnya, seperti kedelai mencapai 720,8 dolar AS atau naik 0,03 persen yoy.Harga jagung juga naik, yakni sebesar 348,2 dolar AS per ton, meningkat 3,77 persen mtm.
Adapun untuk harga minyak sawit mentah (CPO) turun 5,3 persen mtm menjadi 1682.7 dolar AS per ton. Namun, masih lebih tinggi 56,09 persen year on year (yoy) jika dibandingkan April 2021.