Senin 30 May 2022 14:17 WIB

Jangan Cap Rugi, Nusron Wahid: Investasi BUMN ke GoTo Harus Dilihat Jangka Panjang

Nusron menilai tidak tepat jika suatu harga sementara dijadikan sebagai acuan rugi.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Teguh Firmansyah
Nusron Wahid - Politisi Golkar
Foto: Republika/ Wihdan
Nusron Wahid - Politisi Golkar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid berpendapat penilaian bahwa investasi Telkomsel ke Go To dan beberapa BUMN ke start up merugi hanya melihat pergerakan saham di bursa. Menurut Nusron, investasi ini harus dilihat jangka panjang.

"Darimana dianggap rugi? Yang mengatakan rugi itu hanya pihak-pihak yang ingin mengacau iklim investasi digital di Indonesia. Harus di lihat waktu masuk harga berapa waktu jual harga berapa. Wong belum dijual kok sudah rugi dari mana? Yang penting kan fundamentalnya bagus. Masak harga sementara dibuat acuan. Ngawur itu," kata Nusron, Senin (30/5).

Baca Juga

Menurut Nusron, ada dua keuntungan dalam investasi Go To. Pertama, penjualan data Telkomsel masuk dalam ekosistem digital, sehingga omzet telkomsel naik. Kedua, harga waktu dijual nanti. "Kalau belum dijual ya jangan dianggap rugi dong. Saya yakin nanti pada saat harga tinggi pasti justru secara valuasi dan buku mendapat keuntungan," tegasnya.

Nusron melihat, investasi BUMN ke startup lokal justru langkah efektif untuk bisa mencegah dominasi perusahaan asing, dan tentunya mendorong ekosistem digital nasional untuk tumbuh. Seperti diketahui, Telkom berinvestasi di sejumlah startup seperti GoTo melalui MDI ventures.

BUMN lainnya yang juga melakukan strategi yang sama yakni Bank Mandiri. Bank pelat merah ini telah berinvestasi ke 23 startup lokal melalui Mandiri Capital seperti KoinWorks, Crowde, sampai Investree. Sementara BRI berinvestasi ke 21 perusahaan, salah satunya startup produsen sepatu merek lokal Brodo melalui BRI Ventures.

Menurut Nusron, ini adalah strategi jangka panjang dalam upaya membangun ekosistem digital Indonesia. Kehadiran investasi BUMN

pada startup lokal, kata dia, bisa menjawab kekhawatiran akan dominasi kepemilikan investor asing pada startup Indonesia. "Ini juga sekaligus memberikan manfaat ekonomi dan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia" ujar Nusron.

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini pun mengaku tak khawatir meski sejumlah startup lokal harga sahamnya saat ini sedang menurun. Ia menilai hal itu bukan lah suatu permasalahan besar, apalagi bagi startup yang sudah go publik.

"Khusus startup yang sudah melakukan IPO di bursa, jangan dinilai hanya dari pergerakan harga saham, seperti case saham GoTo, yang minggu lalu ramai dibilang rugi, padahal itu hanya potential loss sesaat. Bahkan per 27 Mei malah harga saham GoTo naik lagi yang  menyebabkan ada potential profit sekitar 800 Milyar buat Telkom," kata Nusron.

Nusron menilai, potensi Indonesia dalam ekonomi digital sangatlah besar. Bahkan data Google menyebut jika diperkirakan ekonomi digital RI tumbuh 8 kali lebih besar dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau menjadi Rp 4.300 triliun pada 2030 mendatang.

"Dengan semakin banyaknya investasi yang dilakukan oleh BUMN pada startup lokal, akan menjadi modal bagus bagi Indonesia untuk mendorong sektor ekonomi digital, dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi digital paling besar di Asia Tenggara," papar Nusron.

Namun Nusron justru khawatir dengan  sejumlah pihak yang menyalahkan langkah strategis BUMN dalam di industri digital hanya karena munculnya potential loss. Ia menilai hal itu bisa menimbulkan dampak yang tidak baik bagi pengembangan ekosistem startup masa mendatang di Indonesia.

"Justru langkah nyata BUMN dalam mengembangkan ekosistem startup digital harus didukung, dan potensi penguatan ekosistem startup di Indonesia tidak lagi hanya bergantung kepada para investor asing," kata mantan Ketua Umum GP Ansor ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement