REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Keuangan menyatakan surplus neraca perdagangan pada April 2022 sebesar 7,56 miliar dolar AS mengindikasikan penguatan ekonomi Indonesia pada tahun ini.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, surplus neraca perdagangan sebesar 7,56 miliar dolar AS meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang surplus 4,54 miliar dolar AS. "Bila dibandingkan 2021 maka arah penguatan 2022 diperkirakan jauh lebih baik," ujar Febrio Rabu (18/5/2022).
Menurutnya kondisi ini juga melanjutkan tren surplus selama 24 bulan berturut-turut dan merupakan surplus tertinggi sepanjang sejarah mengalahkan rekor pada Oktober 2021 sebesar 5,74 miliar dolar AS. "Surplus neraca perdagangan yang tinggi akan berdampak semakin positif bagi produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2022," ucapnya.
Febrio menyebut hal ini turut menopang stabilitas nilai tukar rupiah di tengah tekanan risiko global, sehingga menjadi bantalan stabilitas ekonomi Indonesia. "Penguatan ekonomi disebabkan kondisi surplus neraca perdagangan yang lebih besar serta pandemi yang semakin mengarah ke endemi sehingga memperkecil hambatan mobilitas," ucapnya.
Surplus neraca perdagangan ini tercipta karena ekspor Indonesia pada April 2022 sebesar 27,32 miliar dolar AS atau tumbuh 47,76 persen (yoy) dengan migas tumbuh 48,92 persen (yoy) dan nonmigas 47,7 persen (yoy). Sementara impor Indonesia pada April tercatat tetap kuat meski sedikit melambat dari bulan sebelumnya sebesar 19,76 miliar dolar AS atau tumbuh 21,97 persen (yoy). Secara tahunan, impor migas dan nonmigas masih tumbuh pesat sebesar 88,48 persen (yoy) dan 12,47 persen (yoy).
Sedangkan berdasarkan penggunaannya, impor bahan baku atau penolong, barang modal dan barang konsumsi masih tumbuh positif masing-masing 25,51 persen (yoy), 15,16 persen (yoy) dan 4,21 persen (yoy). Febrio menjelaskan peningkatan impor barang konsumsi mengindikasikan pulihnya daya beli masyarakat.
"Peningkatan impor bahan baku dan barang modal mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas industri di dalam negeri salah satunya didorong perbaikan iklim industri domestik. Hal ini juga seiring dengan angka PMI Manufaktur Indonesia yang semakin ekspansif," kata Febrio menjelaskan.