REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai cadangan penyangga energi turut mengkaji aspek transisi energi yang memperhitungkan perkiraan permintaan listrik ke depan. "Program penambahan infrastruktur baru dapat dilaksanakan secara proporsional, serta perlunya memperhatikan kondisi keuangan negara untuk pencadangan yang harus dilakukan," kata Arifin dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Sejak 2006, regulasi terkait cadangan penyangga energi telah disampaikan kepada Kementerian Sekretariat Negara, namun peraturan itu belum disahkan karena masih mempertimbangkan biaya dan infrastruktur. Cadangan penyangga energi merupakan jumlah ketersediaan sumber energi dan penyimpanannya secara nasional untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri saat kurun waktu tertentu ataupun kondisi darurat, seperti krisis.
Arah kebijakan cadangan penyangga energi disediakan untuk menjamin ketahanan energi nasional yang sejalan dengan kebijakan efisiensi energi.Saat ini beberapa negara yang telah memiliki cadangan penyangga energi, antara lain Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan.
Ketika harga minyak melambung tinggi, maka cadangan penyangga energi bisa dimanfaatkan untuk menstabilkan harga minyak dan itu pernah dilakukan oleh Amerika Serikat.Pada era transisi energi, pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan pemanfaatan radiasi matahari untuk mencapai target kapasitas terpasang energi terbarukan sebesar 24 ribu megawatt pada 2025 dan tumbuh menjadi 38 ribu megawatt pada 2035.
Energi bersih itu dapat disimpan ke dalam fasilitas penyimpanan listrik berbasis baterai atau battery energy storage system (BESS).Posisi energi terbarukan menjadi salah satu prioritas untuk meningkatkan ketahanan energi nasional sekaligus cadangan energi yang selasar dengan komitmen global dalam mengurangi gas rumah kaca dari sektor energi.