REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyoroti sejumlah harga komoditas yang masih cukup tinggi dan rawan akan kelangkaan selama ramadhan. Pemerintah dinilai belum mampu dalam meredam gejolak harga tersebut.
Wasekjend Penguatan Pangan dan Distribusi Pangan Ikappi, Abdul Sutri Atmojati, mengatakan, komoditas pertama yang masih mengalami kenaikan harga yakni minyak goreng curah.
"Kami mendapati harga Rp 20.000 per liter. minyak goreng ini mempunyai banyak faktor pendukungnya sehingga harganya masih diatas harga eceran tertinggi," kata Abdul dalam pernyataan resminya, Selasa (19/4/2022).
Ia menuturkan, disparitas harga yang cukup tinggi dengan minyak goreng jenis kemasan membuat banyak pihak bermain untuk menaikkan harga minyak goreng curah.
Adapun komoditas yang juga masih cukup tinggi yakni bawang merah. Ia menuturkan, pasokan tidak begitu banyak dipasaran dan harganya mencapai Rp 39 ribu per kg hingga Rp 40 ribu per kg.
"Selanjutnya bawang putih, walaupun bawang putih impor tetapi beberapa komoditas ini masih sulit ditemui di pasar, atau harganya masih relatif tinggi. Harga eceran tertinggi dibawah harga Rp 30 ribu per kg tetapi harga dipasaran sudah mencapai Rp. 34.500 per kg," kata dia.
Ia menambahkan, komditas juga masih tinggi di kisaran harga Rp 14.500 dan barang masih banyak belum ditemui di pasar. Menurutnya hal itu Itu karena puncak musim giling tebu baru akan terjadi di bulan Mei mendatang.
"Terakhr daging sapi, yang seharusnya harga Rp 130 ribu per kg sekarang dikisaran harga Rp 143.500 per kg sampai Rp 150.000 per kg. Harga daging sapi ini cukup tinggi diawal ramadhan sampai pada pertengahan bulan ramadhan. Daging sapi ini salah satu penyebabnya adalah permintaan yang cukup tinggi, dan komoditasnya tidak begitu banyak," kata dia.
Abdul menekankan, dari beberapa komoditas pangan tersebut Ikappi menilai pemerintah masih belum cukup mampu mengendalikan pangan selama periode ramadhan. "Kami meminta kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan pangan ini menjelang hari raya dan pasca hari raya. Karena itu cukup berbahaya bagi pangan kita," ujarnya.