REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) terus mendorong pemanfaatan material Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menjadi bahan baku keperluan berbagai sektor yang dapat membangkitkan ekonomi masyarakat.
Hal tersebut disampaikan Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Yusuf Didik Setiarto dalam acara Webinar “Pemanfaatan FABA Untuk Infrastruktur dan Pemberdayaan Masyarakat”, Kamis (7/4/2022).
Optimalisasi pemanfaatan tersebut dilakukan menyusul dikategorikannya FABA menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yusuf bersyukur limbah batu bara hasil pembuangan PLTU yang dulu jadi momok, saat ini sudah menjadi limbah non-B3. Sehingga material sisa tersebut kini bisa diperdagangkan untuk mendulang rupiah dalam jumlah tak sedikit.
“Kita bersyukur bahwa pada akhirnya pengambil kebijakan bersepakat untuk menjadikan FABA sebagai limbah non B3, yang mana sebelumnya berdasarkan perundangan-undangan yang lalu masih dikategorikan sebagai limbah B3,” kata Yusuf.
Meskipun telah menjadi limbah non B3, seluruh syarat persetujuan lingkungan tetap dipenuhi sesuai standar dan ketentuan nasional yang telah mengacu pada standar prosedur internasional Best Available Techniques (BAT) dan Best Environmental Practices (BEP).
Di banyak negara sudah menyepakati bahwa FABA bukanlah limbah non B3. Tinggal bagaimana perlakuan FABA sebagai limbah non B3 dapat disepakati di Indonesia, sehingga dalam operasionalnya nanti bisa menjadi lebih environmental wise.
“Kita menyadari pengelolaan limbah Non B3 tetaplah harus menggunakan persetujuan lingkungan. Dan untuk itu dalam rangka kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, PLN saat ini dalam proses untuk mengajukan permohonan revisi persetujuan lingkungan atau AMDAL,” ujar Yusuf.
PLN memastikan tidak akan membuang limbah FABA tetapi akan lebih mengoptimalkan pemanfaatannya, karena dapat memberikan nilai ekonomi atas limbah tersebut terutama bagi masyarakat.
PLN meyakini pemanfaatan FABA dapat mendorong ekonomi nasional karena dapat memberikan nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan limbah tersebut untuk berbagai hal di sektor konstruksi, infrastruktur, pertanian dan lainnya.
Berbagai sektor diharapkan bisa ikut serta memanfaatkan FABA, mulai dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), bisnis, industri, hingga pemerintah.“Pemanfaatan itu bisa berbagai bentuk, baik itu untuk pengembangan infrastruktur maupun ekonomi berbasis kerakyatan. Di sinilah PLN sedang membangun beberapa bisnis model baik dalam skala korporasi maupun dalam skala ekonomi rakyat sehingga FABA yang semula dipersepsikan sebagai 'musuh' itu bisa menjadi peluang bisnis yang pada akhirnya bisa memberi manfaat bagi banyak pihak,” tutur Yusuf.
PLN saat ini juga tengah menjalin komunikasi intensif dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam rangka mendapatkan uji teknis atau sertifikasi terkait FABA. Supaya secara teknis limbah FABA dapat digunakan untuk konstruksi jalan raya maupun untuk bahan bangunan.
Yusuf menilai, legalisasi dokumen tersebut sangat penting bagi sektor infrastruktur ke depan. Sehingga FABA nantinya bisa digunakan sebagai material untuk kegiatan proyek infrastruktur di berbagai wilayah.
"Kita percaya bahwa cost atau biaya yang ditimbulkan dengan pemanfaatan FABA ini, secara sederhana matematikanya adalah memberikan manfaat 50 persen," ujar dia.
Sementara itu, Direktur Operasi I PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB), M Yosi Noval menuturkan, dari berbagai wilayah operasional PLTU di bawah PJB, ada sebanyak 58 persen PLTU yang menghasilkan FABA dalam jumlah banyak.
“Di area pembangkit di Sumatra, bisa sekitar 57 persen dari FABA, Pulau Kalimantan bisa sampai 85 persen, di Pulau Jawa sekitar 61 persen, Pulau Sulawesi baru 4 persen karena baru mulai aktif mengimplenentasikannya. Di Nusa Tenggara cukup masif dilakukan bersama PLN wilayah 86 persen dan Maluku sudah 80 persen,” ujarnya.
Untuk peluang pemanfaatan FABA seperti penguatan jalan dan untuk beton perkerasan. Ternyata setelah diuji, lebih kuat dari beton yang full semen, pembuatan puffing dan batako serta bata ringan.
Ada fungsi lain, seperti di Bangka Belitung, diupayakan sebagai penetralisir air asam tambang, di perairan digunakan sebagai breakwater. Ada potensi dimanfaatkan sebagai pupuk, yang saat ini masih dikaji untuk memperbaiki kondisi tanah.
“FABA ini menjadi material, untuk urukan, pengecoran jalan dan lainnya. Produk FABA juga bisa untuk mencegah abrasi, rehabilitasi lahan tambang dan bagaimana digunakan sebagai material terumbu karang, untuk perbaikan daerah pesisir,” ungkapnya.
FABA juga bisa memberdayakan UMKM masyarakat sekitar, dengan menjadi pengusaha puffing, batako dan desa diharapkan mengembangkan Bumdes. Sudah ada banyak Bumdes di beberapa daerah, bisa berjalan dengan produksi rutin dan konsumen yang banyak tersebar.
Di PLTU Belitung, PT PJB kerjasama dengan masyarakat untuk memproduksi batako dan lainnya dengan memanfaatkan 4 ton FABA dan ada yang sampai 50 ton pemanfaatan FABA di kawasan Pacitan.
Direktur Operasi II PT Indonesia Power, R Bambang Anggono, mengatakan perusahaannya mempunyai information center dalam pengelolaan FABA. Terutama untuk mengenalkan FABA, terkait proses produksi, peralatan sampai tempat penyimpanannya.
“Kita juga menampilkan produk turunan pemanfaatan FABA, dari komposisi material sampai proses pembuatannya, serta peralatan yang digunakan untuk membuat produk tersebut. Menginformasikan hasil riset dari perguruan tinggi atau lembaga riset lainnya, dalam upaya pemanfaatan FABA,” ujarnya.
Lalu, menampilkan penerapan pemanfaatan produk turunan FABA dan mendorong pemanfaatan FABA lebih massif. Bahkan di tahun 2021 lalu, progres pengambilan sampel FABA di PT Indonesia Power, dilakukan oleh PT Semen Tonasa di bulan Desember.