Jumat 18 Mar 2022 11:54 WIB

KPPU Minta Kemendag Serahkan Data Dugaan Mafia Minyak Goreng

Kemendag menyebut mafia minyak goreng beroperasi di Sumut, DKI Jakarta, dan Jatim.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja menata minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan (ilustrasi). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk dapat berkoordinasi dan menyerahkan data informasi terkait dugaan mafia minyak goreng.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pekerja menata minyak goreng di salah satu pusat perbelanjaan (ilustrasi). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk dapat berkoordinasi dan menyerahkan data informasi terkait dugaan mafia minyak goreng.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta Kementerian Perdagangan (Kemendag) dapat berkoordinasi dan menyerahkan data informasi terkait dugaan mafia minyak goreng. Terutama, yang berkaitan dengan perilaku persaingan usaha tidak sehat antarpelaku usaha minyak goreng.

Ketua KPPU Ukay Karyadi mengatakan, hal itu dalam mendukung proses penegakan hukum yang tengah berlangsung di KPPU. Sepert diketahui, KPPU telah melanjutkan masalah harga minyak goreng ke ranah penegakan hukum berdasarkan hasil rapat komisi pada Januari lalu.

Baca Juga

"Hal ini (permintaan data) untuk menindaklanjuti informasi yang disampaikan Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi dalam dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI pada Kamis (17/3)," kata Ukay dalam pernyataan resminya Jumat (18/3).

Dalam rapat tersebut, Mendag Lutfi mencurigai adanya oknum yang memanfaatkan kelangkaan minyak goreng untuk pihak-pihak tertentu. Permasalahn itu diduga terjadi di tiga provinsi, yakni Sumatra Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.

Lebih lanjut, kata dia, KPPU sejak 26 Januari 2022 melakukan pemanggilan berbagai produsen minyak goreng, distributor, asosiasi, hingga pelaku usaha ritel. "Saat ini, KPPU tengah mengolah berbagai data dan keterangan yang diperoleh untuk menentukan kelayakan minimal satu alat bukti guna menentukan tindakan selanjutnya," kata Ukay.

KPPU memandang data dan informasi yang dimiliki Kemendag penting bagi proses penegakan hukum. khususnya apabila data tersebut berkaitan dengan potensi pelanggaran persaingan usaha yang merupakan kewenangan KPPU sesuai UU Nomor 5 Tahun 1999.

"Untuk itu, KPPU mengajak Kementerian Perdagangan dapat berkoordinasi lebih lanjut perihal temuannya," ujarnya.

Sebelumnya, dalam Raker Komisi VI DPR bersama jajaran Kemendag, kemarin, Mendag Lutfi mengatakan telah mengendus modus penyelundupan minyak goreng yang membuat kelangkaan di tengah masyarakat. Hanya saja, pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak praktik tersebut.

Lutfi mengatakan, terdapat tiga provinsi yang mendapatkan pasokan minyak goreng melimpah namun langka di tengah masyarakat. Di antarnya Sumatra Utara, DKI Jakarta, dan Jawa Timur.

Di Sumatra, total pasokan minyak goreng per 16 Maret 2022 mencapai 60,4 juta liter. Dengan populasi 15,18 juta orang, maka pasokan tersebut setara 4 liter per orang per bulan, empat kali lipat dari survei BPS yang menyebut rata-rata konsumsi 1 liter per  orang per bulan.

Situasi serupa terjadi di Jakarta yang mendapat pasokan 85 juta liter dan Jawa Timur 91 juta liter. "Saya cek ke pasar, supermaret, tidak ada minyak goreng? Tiga daerah ini yang mirip-mirip. Jadi, spekulasi kita ada orang-orang yang mengambil kesempatan dalam kesempitan," kata Lutfi.

"Apa itu? Di sana ada industri, ada pelabuhan, jadi kalau (pasokan minyak goreng) ini keluar lewat pelabuhan, itu satu kapal tongkat memuat 1 juta liter saja, nilainya bisa mencapai Rp 8 miliar-Rp 9 miliar," kata dia.

Lutfi pun menegaskan, Kemendag tidak dapat melawan penyimpangan tersebut. Pemerintah telah memiliki peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum untuk menindak praktik penyimpangan dalam perdagangan. Salah satunya yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Namun, Lutfi mengatakan beleid yang ada kurang kuat untuk bisa menangkap para mafia dan spekulan tersbut."Ketika kita bicara sama Satgas Pangan, ada dua undang-undang tapi cangkokannya kurang. Jadi, yang terjadi adalah kebanyakan minyak goreng tidak bisa dipertanggungjawabkan sehingga terjadi kemiringan-kemiringan itu," kata Lutfi.

Lebih lanjut, dia mengatakan, hal itu menjadi pelajaran bagi pemerntah ketika melawan mekanisme pasar dan membuat disparitas harga tinggi, akan memunculkan potensi kecurangan dari oknum-oknum.

Seperti diketahui, pemerintah sebelumnya telah membuat kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit (CPO) yang mematok harga dalam negeri jauh lebih rendah dari harga normal di internasional. Itu ditujukan agar harga minyak goreng sebagai produk turunan menjadi murah.

"Mohon maaf, ketika harga berbeda melawan pasar, Kemendag tidak bisa mengontrol ini karena sifat manusia yang rakus dan jahat," katanya.

Kendati demikian, ia mengatakan, telah mengantongi data-data pelaku industri minyak goreng di tiga provinsi itu. Saat ini, Satgas Pangan masih melakukan pemeriksaan dari data-data yang ada. Lutfi menegaskan, Kemendag juga akan berupaya memberantas mafia-mafia yang rakus ingin mengambil keuntungan dari minyak goreng.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement